Friday, November 7, 2014

Lalu Lintas Perdagangan Dunia sebelum Era Kolonialisme-Imperialisme Eropa

Perdagangan melalui Jalan Sutra ( Silk Road)
Jauh sebelum bangsa-bangsa Barat memelopori apa yang disebabkan dengan era penjelahan samudera yang kemudian diikuti era klonialisme-imperialisme, aktivitas perdagangan antarbangsa di dunia sudah berjalan. Aktivitas perdagangan ini menghubungkan bangsa-bangsa di Asia timur dan Tenggara, wilayah Mediterania, serta Eropa dengan melewati apa yang disebut Jalan Sutra (The Silk Road).
Disebut "Jalan Sutra" karena pada awalnya komoditas utama diperdagankan adalah sutra dari Cina. Dalam perkembangannya, banyak juga komoditas lain diperdagankan sepanjang rute itu, dengan sarana pengangkut utama adalah unta.
Jalan Sutra dirintis di Cina sekitar tahun 139 SM ketika Cina bersatu di bawah Dinasti Han. Sebagian ahli berpendapat lalu lintas perdagangan itu bahkan telah dimulai sejak 100 tahun sebelum itu. Jalan ini dikenal sebagai rute perdagangan dengan kurun waktu paling lama dan dengan jarak paling panjang dalam sejarah manusia, yaitu digunakan selama sekitar 1500 tahun dengan panjang 6.400 km.
Selain para saudagar, rute ini digunakan juga oleh para diplomat dan penjelajah Inggris dan negara-negara Eropa lain dalam perjalanannnya menuju Cina dan Jepang.
Jalan Sutra diramaikan tidak saja karena banyak saudagar Cina yang berdagang di sepanjang jalain itu, melainkan karena dalam kurun waktu yang sama para pedagang dari Seleukia, Antiokia, Alexandria, dan Persepolis--semuanya wilayah taklukan Romawi-- juga terlibat dalam kegiatan perdaganan di sepanjang rute jalan Sutra.
Perdagangan melalui Jalan Sutra dimulai di Changan (Xian) di Cina, melewati kota-kota perdagangan di Asia Tengah seperti Samarkand (Uzbekistan) dan kota "sumber air" Kashgar di Cina yang berbatas dengan Tajikistan Kyrgyzstan, dan berakhir di Antiokia ataupun konstantinopel (istanbul). Antiokia dan Konstantinopel sekarang menjadi bagian dari Turki. Pada saat ini, Kashgar menjadi salah satu kota di Cina mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagaimana juga Ubekistan, Rajikistan, dan Kyrgyzstan.
Perjalanan yang panjang itu terkadang melawati padang rumput yang luas (steppa), yang diselingi alam yang cukup ganas seperti padang gurun Gobi dan Takla Makan di Cina. Dengan alasan mendapatkan perbekalan, kondisi alam yang keras, serta keamana, para kafilah-saudagar itu kerap berhenti dan beristirahat di satu kota atau tempat yang memiliki sumber air sebelum melanjutkan perjalanan ke kota-kota lainnya
Lalu Lintas Perdagangan Dunia sebelum Era Kolonialisme-Imperialisme Eropa
Akan tetapi, jarang sekali para kafilah ini menempuh perjalanan yang sangat jauh. Di berbagai kota yang sudah disinggahi, sudah banyak pedagang perantara (middlemen), yang siap menjual barang-barang ke kota-kota lainnya, Jadi, sudah ada semacam sistem perdagangan berantai.
Komoditas yang diperdagangkan antara lain sutra, emas, batu giok (jade), teh, dan rempah-rempah. Hanya barang-barang mewah semacam itu yang diperdagangkan oleh karena jarak yang jaug, biaya tinggi, dan seringkali tidak aman. Cina, misalnya, menyuplai Asia Barat dan wilayah Mediterania dengan sutra, sementara rempah-rempah didapatkan dari Asia Selatan.
Kota-kota yang dilewati Jalan Sutra ini berubah dengan cepat menjadi kota perdagangan yang ramai. Kota-kota itu juga menjadi pusat ilmu pengetahuan, budaya, dan seni. Orang-orang dari berbagai latar belakang suku dan budaya dan berinteraksi, berbaur, bertukar gagasan, pandangan, dan bahkan agama--awalnya agama Budhha dan kemudian Islam. Kondisi seperti ini memungkinkan peradaban Eropa, Timur Tengah, dan Asia berinteraksi satu sama lain.
Dalam perkembangannya kemudian, para kafilah ini menggunakan jalur alternatif, yaitu jalur laut. Jalur laut pertama kali digunakan ketika bangsa Romawi menguasai dunia termasuk Dunia Timur. Jalur laut ini menghubungkan wilayah Mediterania dan India. Rute laut utama dimulai di Canton (Guangzhou), Cina, melintasi Asia tenggara, Samudera Hindia, dan Laut Merah, kemudian mencapai Alexandria.
Antara abar ke-1 dan abad ke-6 M, kapal-kapal dagan, termasuk kapal-kapal dagan arab, lalu-lalang melintasi laut Merah dan India. Barang-barang yang diperdagangkan dikapalkan di Kota Berenike--nama sebuah kota kuno di wilayah Epirus yaitu wilayah Yunani dan Albania sekarang-- di sepanjang Laut Merah dan diangkut menggunakan unta ke daerah pedalaman sampai ke Sungai Nil. Dari situ, perahu-perahu sungai mengangkut barang-barang tersebut ke Alexandria, dan dari Alexandria diperdagangkan ke seluruh wilayah kekaisaran Romawi.
Sejak abad ke-9 M, ketika Kekaisaran Romawi runtuh, rute laut atau maritim dikendalikan leh saudagar-saudagar Arab. Perlahan-lahan, penggunaan Jalan Sutra ditinggalkan. Penggunaan rute laut lebih memungkinkan terjadinya pengiriman dan perdagangan barang dalam jumlah besar dan beraneka ragam, sesuatu yang sulit dilakukan melalui Jalan Sutra
Jalan Sutra kembali ramai selama kejayaan Kekaisaran Mongol pada abad ke-13

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.