Wednesday, December 31, 2014

Restorasi Meiji: Awal Modernisasi di Jepang

Sebelum era modern, Jepang merupakan sebuah negara yang feodalis. Kaisar, para shogun, semacam panglima militer, serta daimyo, semacam raja lokal sekalisgus tuan tanah, mereka memainkan peran penting baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Periode ini sering diwarnai perebutan kekuasaan di antara mereka, terutama antarshogun serta antara shogun dan kaisar.
Hubungan dengan dunia Barat baru dimulai sejak abad ke-16, ketika para pedagang dan misionaris Serikat Yesus (SJ) dari Portugal menginjakkan kaki di Jepang. Namun, tidak lama berselang, tepatnya tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku atau "negara tertutup"yang berlangsung selama dua setengah abad (1639-1854), yang membuat Jepang terisolasi dari dunia luar. Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya, orang Jepang dilarang berhubungan dengan orang asing ataupun meninggalkan Jepang. Pelanggaran terhadap kebijakan ini adalah diganjar dengan hukuman mati.
Meskipun demikian, dalam praktiknya, Jepang tidak sepenuhnya terisolasi dari dunia luar. Beberapa negara masih diizinkan menjalin hubungan ekonomi dengan Jepang, seperti Belanda, Cina, dan Korea. Praktis Belanda adalah satu-satunya negara Barat yang diizinkan menjalin hubungan dengan Jepang. Negara ini diizinkan tetap mengembangkan pabriknya di Dejima, Nagasaki. Perdagangan dengan Cina dan Korea juga dibatasi hanya di wilayah Nagasaki.
Ada dua alasan utama yang sama-sama bersifat politis yang melatarbelakangi kebijakan Sakoku. Pertama, pemerintah Shogun Tokugawa merasa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan Portugis, yang menyebarkan agama Katolik dan dituduh ikut campur tangan terhadap urusan dalam negeri bangsa Jepang. Sebagian misionaris itu, misalnya, dituduh tidak menjadi pihak yang netral dalam konflik di antara para shogun. Sebagai contoh, misionaris Serikat Yesus (SJ), memperkenalkan senjata api kepada salah satu shogun dalam konflik dengan shogun-shogun lain (sebelumnya orang Jepang terbiasa dengan samurai). Penyebaran agama Katolik, terutama wilayah selatan Jepang dikhawatirkan mengancam kebudayaan serta stabilitas bangsa Jepang.
Kedua, mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya daimyo Tozama. Secara politis, daimyo Tozama merupakan bawahan (vassal) dari shogun Tokugawa, namun secara ekonomis relatif independen. Daimyo ini telah lama menjalin hubungan dagang yang menguntungkan dengan bangsa-bangsa Asia Timur, seperti Cina dan Korea, yang memungkinkan mereka membangun kekuatan militer. Dengan membatasi kemampuannya berdagang dengan bangsa-bangsa lain, pihak Shogun yakin daimyo Tozama tidak akan berkembang begitu rupa sehingga mengancam supre kmasi Tokugawa.
Penjelasan ini masuk akal melihat kenyataan bahwa pemerintahan Shogun Tokugawa mengarahkan (menyentralisasikan) seluruh aktivitas perdagangan melalui Nagasaki. Hal ini juga berarti sentralisasi pungutan-pungutan berupa pajak dan bea cukai, yang menjamin pundi-pundi pemerintahan Shogun Tokugawa.
Bagaimanakah perjalanan kebijakan Sakoku selanjutanya? Kebijakan ini mengalami titik balik pada sekitar pertengahan abad ke-19. Momen yang sangat menentukan terjadi pada tahun 1854, persis seabad setelah terjadinya Revolusi Industri di Eropa.
Pada tanggal 31 Maret tahun 1854, tibalah
Komodor Matthew C. Perry dengan "Kapal Hitam"-nya di Jepang. Perry menaiki kapal bertenaga mesin superjumbo yang dilengakapi persenjataan dan teknologi yang jaug lebih superior, sebagai hasil Revolusi Industri, dibandingkan milik Jepang.
Kedigdayaan militer Amerika Serikat memaksa Jepang menandatangi Konversi Kanagawa (1854) antara Perry dan pemerintah Shogun Tokugawa. Konvensi itu pada intinya berisi kesediaan Jepang membuka diri terhadap Barat dengan membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk kapal-kapal asing yang ingin berdagang, menjamin keselamatan kapal Amerika yang karam, dan mendirikan kedutaan Amerika yang permanen. Konvensi ini juga sekaligus mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung selama 200 tahun.
Meski demikian, bagi rakyat Jepang, Konvensi Kanagawa menjatuhkan martabat mereka. Oleh karena itu, dalam beberapa waktu, tersebar luas sentimen anti-Barat dan bahkan sempat memicu perang. Paerang itu dimenangkan pihak Barat, namun ketidakpuasan rakyat atas tunduknya Jepang kepada Amerika Serikat serta masuknya pengaruh Barat di Jepang berujung pada ditumbuhkannya pemerintahan Shogun Tokugawa. Shogun Tokugawa dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Setelah itu, pemerintah Shogun dihapus dan kekuasaan sepenuhnya berpusat ke tangan kaisar, yaitu Kaisar Komei.
Kedatangan Amerika Serikat serta kemajuan-kemajuan di Barat yang mereka saksikan berkat terbukanya pelabuhan-pelabuhan Jepang untuk kapal-kapal asing menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibandingkan negara-negara Barat. Lalu muncullah tekat untuk mengejar ketertinggalan.
Namun, baru pada masa pemerintahan Kaisa Meiji (putra dari Komei) sejak 1868, kesadaran itu terwujud secara konkret melalui berbagai langkah perubahan besar yang disebut Restorasi Meiji (1868-1912). Perubahan-perubahan besar itu sekaligus era modern di Jepang.
Para pemimpin Retorasi Meiji bertindak atas nama pemulihan kekuasaan kaisar untuk memperkuat Jepang terhadap ancaman kekuatan-kekuatan kolonial waktu itu. kata "Meiji" sendiri berarti "kekuasan Pencerahan". Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi "kemajuan Barat" dengan nilai-nilai "Timur" tradisional.
Dengan visi inilah, Meiji mengutus beberapa pejabat ke Amerika Serikat dan Eripa, yang lazim disebut Misi Iwakura. Tugas pokok Misi Iwakura adalah mempelajari seluk-beluk kemajuan Barat termasuk sistem pendidikan, teknologi, serta ideologi yang mendasari kemajuan itu.
Sebagai hasil dari rekomendasi Misi Iwakura, Jepang akhirnya memutuskan mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer Dunia Barat. Kebijakan itu berlangsung selama Restorasi Meiji. Kabinet Jepang mengatur Dewan Penasihat Kaisar, menyusun Konstitusi Meiji, serta membentuk Parlemen Kekaisaran. Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan militer dunia. Kekuatan ekonomi dan militer sangat ditekankan. Restorasi Meji mempercepat industrialisasi di Jepang yang kelak dijadikannya modal kebangkita Jepang sebagai kekuatan militer pada tahun 1905, dibawah slogan "Negara Makmur, Militer Kuat".

1 comment:

Note: Only a member of this blog may post a comment.