Wednesday, December 31, 2014

Restorasi Meiji: Awal Modernisasi di Jepang

Sebelum era modern, Jepang merupakan sebuah negara yang feodalis. Kaisar, para shogun, semacam panglima militer, serta daimyo, semacam raja lokal sekalisgus tuan tanah, mereka memainkan peran penting baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Periode ini sering diwarnai perebutan kekuasaan di antara mereka, terutama antarshogun serta antara shogun dan kaisar.
Hubungan dengan dunia Barat baru dimulai sejak abad ke-16, ketika para pedagang dan misionaris Serikat Yesus (SJ) dari Portugal menginjakkan kaki di Jepang. Namun, tidak lama berselang, tepatnya tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku atau "negara tertutup"yang berlangsung selama dua setengah abad (1639-1854), yang membuat Jepang terisolasi dari dunia luar. Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya, orang Jepang dilarang berhubungan dengan orang asing ataupun meninggalkan Jepang. Pelanggaran terhadap kebijakan ini adalah diganjar dengan hukuman mati.
Meskipun demikian, dalam praktiknya, Jepang tidak sepenuhnya terisolasi dari dunia luar. Beberapa negara masih diizinkan menjalin hubungan ekonomi dengan Jepang, seperti Belanda, Cina, dan Korea. Praktis Belanda adalah satu-satunya negara Barat yang diizinkan menjalin hubungan dengan Jepang. Negara ini diizinkan tetap mengembangkan pabriknya di Dejima, Nagasaki. Perdagangan dengan Cina dan Korea juga dibatasi hanya di wilayah Nagasaki.
Ada dua alasan utama yang sama-sama bersifat politis yang melatarbelakangi kebijakan Sakoku. Pertama, pemerintah Shogun Tokugawa merasa terancam dengan kehadiran misionaris dari Spanyol dan Portugis, yang menyebarkan agama Katolik dan dituduh ikut campur tangan terhadap urusan dalam negeri bangsa Jepang. Sebagian misionaris itu, misalnya, dituduh tidak menjadi pihak yang netral dalam konflik di antara para shogun. Sebagai contoh, misionaris Serikat Yesus (SJ), memperkenalkan senjata api kepada salah satu shogun dalam konflik dengan shogun-shogun lain (sebelumnya orang Jepang terbiasa dengan samurai). Penyebaran agama Katolik, terutama wilayah selatan Jepang dikhawatirkan mengancam kebudayaan serta stabilitas bangsa Jepang.
Kedua, mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya daimyo Tozama. Secara politis, daimyo Tozama merupakan bawahan (vassal) dari shogun Tokugawa, namun secara ekonomis relatif independen. Daimyo ini telah lama menjalin hubungan dagang yang menguntungkan dengan bangsa-bangsa Asia Timur, seperti Cina dan Korea, yang memungkinkan mereka membangun kekuatan militer. Dengan membatasi kemampuannya berdagang dengan bangsa-bangsa lain, pihak Shogun yakin daimyo Tozama tidak akan berkembang begitu rupa sehingga mengancam supre kmasi Tokugawa.
Penjelasan ini masuk akal melihat kenyataan bahwa pemerintahan Shogun Tokugawa mengarahkan (menyentralisasikan) seluruh aktivitas perdagangan melalui Nagasaki. Hal ini juga berarti sentralisasi pungutan-pungutan berupa pajak dan bea cukai, yang menjamin pundi-pundi pemerintahan Shogun Tokugawa.
Bagaimanakah perjalanan kebijakan Sakoku selanjutanya? Kebijakan ini mengalami titik balik pada sekitar pertengahan abad ke-19. Momen yang sangat menentukan terjadi pada tahun 1854, persis seabad setelah terjadinya Revolusi Industri di Eropa.
Pada tanggal 31 Maret tahun 1854, tibalah
Komodor Matthew C. Perry dengan "Kapal Hitam"-nya di Jepang. Perry menaiki kapal bertenaga mesin superjumbo yang dilengakapi persenjataan dan teknologi yang jaug lebih superior, sebagai hasil Revolusi Industri, dibandingkan milik Jepang.
Kedigdayaan militer Amerika Serikat memaksa Jepang menandatangi Konversi Kanagawa (1854) antara Perry dan pemerintah Shogun Tokugawa. Konvensi itu pada intinya berisi kesediaan Jepang membuka diri terhadap Barat dengan membuka pelabuhan-pelabuhannya untuk kapal-kapal asing yang ingin berdagang, menjamin keselamatan kapal Amerika yang karam, dan mendirikan kedutaan Amerika yang permanen. Konvensi ini juga sekaligus mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah berlangsung selama 200 tahun.
Meski demikian, bagi rakyat Jepang, Konvensi Kanagawa menjatuhkan martabat mereka. Oleh karena itu, dalam beberapa waktu, tersebar luas sentimen anti-Barat dan bahkan sempat memicu perang. Paerang itu dimenangkan pihak Barat, namun ketidakpuasan rakyat atas tunduknya Jepang kepada Amerika Serikat serta masuknya pengaruh Barat di Jepang berujung pada ditumbuhkannya pemerintahan Shogun Tokugawa. Shogun Tokugawa dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Setelah itu, pemerintah Shogun dihapus dan kekuasaan sepenuhnya berpusat ke tangan kaisar, yaitu Kaisar Komei.
Kedatangan Amerika Serikat serta kemajuan-kemajuan di Barat yang mereka saksikan berkat terbukanya pelabuhan-pelabuhan Jepang untuk kapal-kapal asing menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibandingkan negara-negara Barat. Lalu muncullah tekat untuk mengejar ketertinggalan.
Namun, baru pada masa pemerintahan Kaisa Meiji (putra dari Komei) sejak 1868, kesadaran itu terwujud secara konkret melalui berbagai langkah perubahan besar yang disebut Restorasi Meiji (1868-1912). Perubahan-perubahan besar itu sekaligus era modern di Jepang.
Para pemimpin Retorasi Meiji bertindak atas nama pemulihan kekuasaan kaisar untuk memperkuat Jepang terhadap ancaman kekuatan-kekuatan kolonial waktu itu. kata "Meiji" sendiri berarti "kekuasan Pencerahan". Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi "kemajuan Barat" dengan nilai-nilai "Timur" tradisional.
Dengan visi inilah, Meiji mengutus beberapa pejabat ke Amerika Serikat dan Eripa, yang lazim disebut Misi Iwakura. Tugas pokok Misi Iwakura adalah mempelajari seluk-beluk kemajuan Barat termasuk sistem pendidikan, teknologi, serta ideologi yang mendasari kemajuan itu.
Sebagai hasil dari rekomendasi Misi Iwakura, Jepang akhirnya memutuskan mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer Dunia Barat. Kebijakan itu berlangsung selama Restorasi Meiji. Kabinet Jepang mengatur Dewan Penasihat Kaisar, menyusun Konstitusi Meiji, serta membentuk Parlemen Kekaisaran. Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan militer dunia. Kekuatan ekonomi dan militer sangat ditekankan. Restorasi Meji mempercepat industrialisasi di Jepang yang kelak dijadikannya modal kebangkita Jepang sebagai kekuatan militer pada tahun 1905, dibawah slogan "Negara Makmur, Militer Kuat".

Friday, November 7, 2014

Lalu Lintas Perdagangan Dunia sebelum Era Kolonialisme-Imperialisme Eropa

Perdagangan melalui Jalan Sutra ( Silk Road)
Jauh sebelum bangsa-bangsa Barat memelopori apa yang disebabkan dengan era penjelahan samudera yang kemudian diikuti era klonialisme-imperialisme, aktivitas perdagangan antarbangsa di dunia sudah berjalan. Aktivitas perdagangan ini menghubungkan bangsa-bangsa di Asia timur dan Tenggara, wilayah Mediterania, serta Eropa dengan melewati apa yang disebut Jalan Sutra (The Silk Road).
Disebut "Jalan Sutra" karena pada awalnya komoditas utama diperdagankan adalah sutra dari Cina. Dalam perkembangannya, banyak juga komoditas lain diperdagankan sepanjang rute itu, dengan sarana pengangkut utama adalah unta.
Jalan Sutra dirintis di Cina sekitar tahun 139 SM ketika Cina bersatu di bawah Dinasti Han. Sebagian ahli berpendapat lalu lintas perdagangan itu bahkan telah dimulai sejak 100 tahun sebelum itu. Jalan ini dikenal sebagai rute perdagangan dengan kurun waktu paling lama dan dengan jarak paling panjang dalam sejarah manusia, yaitu digunakan selama sekitar 1500 tahun dengan panjang 6.400 km.
Selain para saudagar, rute ini digunakan juga oleh para diplomat dan penjelajah Inggris dan negara-negara Eropa lain dalam perjalanannnya menuju Cina dan Jepang.
Jalan Sutra diramaikan tidak saja karena banyak saudagar Cina yang berdagang di sepanjang jalain itu, melainkan karena dalam kurun waktu yang sama para pedagang dari Seleukia, Antiokia, Alexandria, dan Persepolis--semuanya wilayah taklukan Romawi-- juga terlibat dalam kegiatan perdaganan di sepanjang rute jalan Sutra.
Perdagangan melalui Jalan Sutra dimulai di Changan (Xian) di Cina, melewati kota-kota perdagangan di Asia Tengah seperti Samarkand (Uzbekistan) dan kota "sumber air" Kashgar di Cina yang berbatas dengan Tajikistan Kyrgyzstan, dan berakhir di Antiokia ataupun konstantinopel (istanbul). Antiokia dan Konstantinopel sekarang menjadi bagian dari Turki. Pada saat ini, Kashgar menjadi salah satu kota di Cina mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagaimana juga Ubekistan, Rajikistan, dan Kyrgyzstan.
Perjalanan yang panjang itu terkadang melawati padang rumput yang luas (steppa), yang diselingi alam yang cukup ganas seperti padang gurun Gobi dan Takla Makan di Cina. Dengan alasan mendapatkan perbekalan, kondisi alam yang keras, serta keamana, para kafilah-saudagar itu kerap berhenti dan beristirahat di satu kota atau tempat yang memiliki sumber air sebelum melanjutkan perjalanan ke kota-kota lainnya
Lalu Lintas Perdagangan Dunia sebelum Era Kolonialisme-Imperialisme Eropa
Akan tetapi, jarang sekali para kafilah ini menempuh perjalanan yang sangat jauh. Di berbagai kota yang sudah disinggahi, sudah banyak pedagang perantara (middlemen), yang siap menjual barang-barang ke kota-kota lainnya, Jadi, sudah ada semacam sistem perdagangan berantai.
Komoditas yang diperdagangkan antara lain sutra, emas, batu giok (jade), teh, dan rempah-rempah. Hanya barang-barang mewah semacam itu yang diperdagangkan oleh karena jarak yang jaug, biaya tinggi, dan seringkali tidak aman. Cina, misalnya, menyuplai Asia Barat dan wilayah Mediterania dengan sutra, sementara rempah-rempah didapatkan dari Asia Selatan.
Kota-kota yang dilewati Jalan Sutra ini berubah dengan cepat menjadi kota perdagangan yang ramai. Kota-kota itu juga menjadi pusat ilmu pengetahuan, budaya, dan seni. Orang-orang dari berbagai latar belakang suku dan budaya dan berinteraksi, berbaur, bertukar gagasan, pandangan, dan bahkan agama--awalnya agama Budhha dan kemudian Islam. Kondisi seperti ini memungkinkan peradaban Eropa, Timur Tengah, dan Asia berinteraksi satu sama lain.
Dalam perkembangannya kemudian, para kafilah ini menggunakan jalur alternatif, yaitu jalur laut. Jalur laut pertama kali digunakan ketika bangsa Romawi menguasai dunia termasuk Dunia Timur. Jalur laut ini menghubungkan wilayah Mediterania dan India. Rute laut utama dimulai di Canton (Guangzhou), Cina, melintasi Asia tenggara, Samudera Hindia, dan Laut Merah, kemudian mencapai Alexandria.
Antara abar ke-1 dan abad ke-6 M, kapal-kapal dagan, termasuk kapal-kapal dagan arab, lalu-lalang melintasi laut Merah dan India. Barang-barang yang diperdagangkan dikapalkan di Kota Berenike--nama sebuah kota kuno di wilayah Epirus yaitu wilayah Yunani dan Albania sekarang-- di sepanjang Laut Merah dan diangkut menggunakan unta ke daerah pedalaman sampai ke Sungai Nil. Dari situ, perahu-perahu sungai mengangkut barang-barang tersebut ke Alexandria, dan dari Alexandria diperdagangkan ke seluruh wilayah kekaisaran Romawi.
Sejak abad ke-9 M, ketika Kekaisaran Romawi runtuh, rute laut atau maritim dikendalikan leh saudagar-saudagar Arab. Perlahan-lahan, penggunaan Jalan Sutra ditinggalkan. Penggunaan rute laut lebih memungkinkan terjadinya pengiriman dan perdagangan barang dalam jumlah besar dan beraneka ragam, sesuatu yang sulit dilakukan melalui Jalan Sutra
Jalan Sutra kembali ramai selama kejayaan Kekaisaran Mongol pada abad ke-13

Menganalisis Petualangan, Penjelajahan dan Penemuan Dunia Baru

Bertahun-tahun lamanya Laut Tengah menjadi pusat perdagangan
internasional antara para pedagang dari Barat dan Timur. Salah satu
komoditinya adalah rempah-rempah. Para pedagang dari Barat atau
orang-orang Eropa itu mendapatkan rempah-rempah dengan harga lebih
terjangkau. Setelah jatuhnya Konstantinopel tahun 1453 ke tangan Turki
Usmani, akses bangsa-bangsa Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah
yang lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi tertutup. Harga rempah-
rempah melambung sangat tinggi di pasar Eropa. Oleh karena itu, mereka
berusaha mencari dan menemukan daerah-daerah penghasil rempah-rempah
ke timur. Mulailah periode petualangan, penjelajahan, dan penemuan dunia
baru. Upaya tersebut mendapat dukungan dan partisipasi dari pemerintah
dan para ilmuwan. Portugis dan Spanyol dapat dikatakan sebagai pelopor
petualangan, pelayaran dan penjelajahan samudra untuk menemukan
dunia baru di timur. Portugis juga telah menjadi pembuka jalan menemukan
Kepulauan Nusantara sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Kemudian
menyusul Belanda dan Inggris. Tujuannya tidak semata-mata mencari
keuntungan melalui perdagangan rempah-rempah tetapi ada tujuan yang
lebih luas. Tujuan mereka terkait dengan :
•   
gold: memburu kekayaan dan keuntungan dengan mencari dan
mengumpulkan emas, perak dan bahan tambang serta bahan-bahan
lain yang sangat berharga. Waktu itu yang dituju terutama Guinea dan
rempah-rempah dari Timur
•   
glory: memburu kejayaan, superioritas, dan kekuasaan. Dalam kaitan
ini mereka saling bersaing dan ingin berkuasa di dunia baru yang
ditemukannya.
•   
gospel: menjalankan tugas suci untuk menyebarkan agama. Pada
mulanya orang-orang Eropa ingin mencari dan bertemu Prester John
yang mereka yakini sebagai Raja Kristen yang berkuasa di Timur
Berikut ini akan dijelaskan petualangan, pelayaran dan penjelajahan samudra
bangsa-bangsa Eropa menuju Kepulauan Nusantara.


b.    Portugis
Berita keberhasilan Columbus menemukan
daerah baru, membuat penasaran raja Portugis
(sekarang terkenal dengan sebutan Portugal),
Manuel l. Dipanggillah pelaut ulung Portugis
bernama Vasco da Gama untuk melakukan
ekspedisi menjelajahi samudra mencari Tanah
Hindia. Vasco da Gama mencari jalan lain agar
lebih cepat sampai di Tanah Hindia tempat
penghasil rempah-rempah. Kebetulan sebelum
Vasco da Gama mendapatkan perintah dari Raja
Manuel l, sudah ada pelaut Portugis bernama Sumber: Indonesia Dalam Arus
Sejarah jilid 4 (Kolonisasi dan
Bartholomeus Diaz melakukan pelayaran Perlawanan), 2012.
mencari daerah Timur dengan menelusuri pantai Gambar 1.7 Vasco da Gama.
barat Afrika. Pada tahun 1488 karena serangan
ombak besar terpaksa Bartholomeus Diaz
mendarat di suatu Ujung Selatan Benua Afrika. Tempat tersebut kemudian
dinamakan Tanjung Harapan. Ia tidak melanjutkan penjelajahannya tetapi
memilih bertolak kembali ke negerinya.
Pada Juli 1497 Vasco da Gama berangkat dari pelabuhan Lisabon untuk
memulai penjelajahan. Berdasarkan pengalaman Bartholomeus Diaz itu, Vasco
da Gama juga berlayar mengambil rute yang pernah dilayari Bartholomeus
Diaz. Rombongan Vasco da Gama juga singgah di Tanjung Harapan. Atas
petunjuk dari pelaut bangsa Moor yang telah disewanya, rombongan Vasco
da Gama melanjutkan penjelajahan, berlayar menelusuri pantai timur Afrika
kemudian berbelok ke kanan untuk mengarungi Lautan Hindia (Samudra
Indonesia). Pada tahun 1498 rombongan Vasco da Gama mendarat sampai
di Kalikut dan juga Goa di pantai barat India. Ada pemandangan yang
menarik dari kedatangan rombongan Vasco da Gama ini. Mereka ternyata
sudah menyiapkan patok batu yang disebut batu padrao. Batu ini sudah
diberi pahatan lambang bola dunia. Setiap daerah yang disinggahi kemudian
dipasang patok batu padrao sebagai tanda bahwa daerah yang ditemukan
itu milik Portugis. Bahkan di Goa, India Vasco da Gama berhasil mendirikan
kantor dagang yang dilengkapi dengan benteng. Atas kesuksesan ekspedisi
ini maka oleh Raja Portugis, Vasco da Gama diangkat sebagai penguasa di
Goa atas nama pemerintahan Portugis.


Saturday, August 9, 2014

Memahami Motivasi, Nafsu, dan Kejayaan Barat

Di dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia dikenal adanya masa penjelajahan samudra. Aktivitas penjelajahan samudra ini dalam rangka untuk menemukan dunia baru. Aktivitas penemuan dunia baru ini tidak terlepas dari motivasi dan keinginannya untuk survive, memenuhi kepuasan dan kejayaan dalam kehidupan di dunia. Bahkan bukan sekedar motivasi, tetapi juga muncul nafsu untuk menguasai dunia baru itu demi memperoleh keuntungan ekonomi dan kejayaan politik. Pertanyaannya adalah daerah mana yang dimaksud dunia baru itu? Yang dimaksud dunia baru waktu itu pada mulanya adalah wilayah atau bagian dunia yang ada di sebelah timur (timurnya Eropa) sebagai penghasil bahan-bahan yang sangat diperlukan dan digemari oleh bangsa- bangsa Eropa. Bahan-bahan yang dimaksudkan itu adalah rempah-rempah seperti cengkih, lada, pala, dan lain-lain.

Mengapa orang-orang Eropa sangat memerlukan rempah-rempah? Orang- orang Eropa berusaha sekuat tenaga untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah ini menjadi komoditas perdagangan yang sangat laris di Eropa. Daerah yang menghasilkan rempah-rempah itu tidak lain adalah Kepulauan Nusantara. Orang-orang Eropa menyebut daerah itu dengan nama Hindia. Bagaikan “memburu mutiara dari timur”, orang-orang Eropa berusaha datang ke Kepulauan Nusantara untuk mendapatkan rempah-rempah. Namun dalam konteks penemuan dunia baru itu kemudian tidak hanya Kepulauan Nusantara saja tetapi juga daerah-daerah lain yang ditemukan orang-orang Eropa pada periode penjelajahan samudra, misalnya Amerika, dan daerah-daerah lain di Asia. 

Sejarah umat manusia sudah sejak lama mengglobal. Peristiwa sejarah di suatu tempat sangat mungkin terpengaruh atau menjadi dampak dari peristiwa lain yang terjadi di tempat yang cukup jauh. Begitu juga peristiwa kedatangan bangsa Barat ke Indonesia dilatarbelakangi oleh peristiwa yang jauh dari Indonesia, misalnya peristiwa jatuhnya Konstantinopel di kawasan Laut Tengah pada tahun 1453. Serangkaian penemuan di bidang teknologi juga merupakan faktor penting untuk melakukan pelayaran bagi bangsa-bangsa Barat menuju Tanah Hindia/Kepulauan Nusantara. Sementara itu semangat dan dorongan untuk melanjutkan Perang Salib disebut-sebut juga ikut mendorong kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia.

Antara Kolonialisme dan Imperialisme

Materi Sejarah Indonesia SMA Kelas 11 :  Antara Kolonialisme dan Imperialisme


Imperialisme zaman sekarang berbuahkan “negeri-negeri mandat” alias “mandatgebieden”, daerah-daerah pengaruh “alias”“involedssferen” dan lain sebagainya, sedang di dalam sifatnya menakhlukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuahkan negeri djajahan-koloniasa-bezit 
 H.A. Notosoetardjo -Bung Karno dihadapan Pengadilan Kolonial (1963)   

Kolonialisme dan Imperialisme


Kamu sering mendengar kritik bahwa secara politik kita sudah merdeka tetapi secara ekonomis masih sering dipermainkan oleh kekuatan ekonomi global. Bahkan ada yang secara ekstrim mengatakan “kita sudah merdeka secara politik tetapi masih terjajah di bidang ekonomi.” Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak hanya terjajah secara ekonomi, di Indonesia juga sedang berkembang imperialisme kebudayaan. 

Dapat dirasakan bahwa kemandirian dan kekuatan ekonomi Indonesia masih lemah karena pengaruh kekuatan asing dan hutang luar negeri yang tidak sedikit. Sementara di dalam negeri berbagai penyelewengan di sektor ekonomi, termasuk korupsi masih terus berlangsung. Begitu juga kalau mencermati perkembangan budaya dan gaya hidup sebagian generasi muda kita yang lebih bangga dan menyenangi budaya dari Barat. Contohnya, anak- anak dan remaja akan lebih mengenal dan bangga memakan hamburger dari pada jenis makanan di negeri sendiri misalnya singkong. 

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa kemandirian di bidang ekonomi kita masih lemah? Mengapa jati diri di bidang kebudayaan juga kurang kompetitif? Pertanyaan-pertanyaan itu menarik untuk kita telaah kemudian menemukan jawabnya. Yang jelas kemandirian ekonomi memang harus terus diperjuangkan, mengingat negeri kita negeri yang begitu kaya.  

Sejarah telah mencatat bahwa kekayaan bumi Nusantara yang diibaratkan sebagai “mutiara dari timur” telah menarik perhatian negara lain untuk menjajah dan menguasai tanah air tercinta. Begitu juga jati diri budaya bangsa kita dapat tergoyahkan. Kalau kita renungkan berbagai masalah tersebut berakar dari berkembangnya kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia sejak abad ke-17. Nah, mulai saat itu kita tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan baik secara ekonomi, politik maupun budaya.  

Mencermati uraian dalam pengantar di atas tentang adanya pandangan bahwa terdapat beberapa aspek kehidupan bangsa Indonesia yang masih berada di bawah bayang- bayang pengaruh dominasi asing. Hal ini mengingatkan kepada kehidupan di zaman kolonial ketika negeri kita dikuasai bangsa asing baik secara ekonomi, politik dan budaya. Pemerintah yang pernah menjajah negeri kita juga tidak sedikit yang korup dan menanggung hutang. Pertanyaannya adalah apakah realitas kehidupan ekonomi kita saat ini yang masih terlilit utang, korupsi dan dikatakan masih berada di bawah bayang-bayang kekuatan ekonomi global itu merupakan warisan sejarah masa kolonial? 

Tentu tidak sepenuh tepat. Tetapi pertanyaan itu mengingatkan kita pada konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah. Perubahan merupakan konsep yang sangat penting dalam sejarah. Sebab peristiwa itu terjadi pada hakikatnya karena adanya perubahan. Perubahan merupakan pembeda dari suatu keadaan yang satu dengan keadaan yang lain, dari tempat yang satu dengan tempat yang lain, dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Misalnya perubahan dari keadaan bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka setelah terjadi peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Sekalipun terjadi peristiwa proklamasi ada aspek-aspek tertentu yang tersisa dan masih berlanjut. Sebagai contoh dari peristiwa proklamasi, status kita berubah dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka, tetapi dalam bidang hukum seperti UU Hukum Pidana masih banyak melanjutkan UU Hukum Pidana pada zaman Belanda. 

Begitu juga dalam mengkaji sejarah perkembangan kolonialisme dan imperialisme tentu ada peristiwa-peristiwa atas realitas yang terkait dengan konsep perubah dan keberlanjutan. Nah, pada uraian berikut ini kita akan belajar tentang perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat serta perlawanan rakyat Indonesia melalui tema: antara kolonialisme dan imperialisme.