Saturday, October 10, 2015

Membangun Jati Diri Keindonesiaan


“Hasrat untuk meraih kemajuan bangsa Indonesia muncul saat banyak pemuda telah mengecap bangku sekolah, baik dalam atau luar negeri. Selain itu, munculnya surat kabar sudah memupuk kesadaran berbangsa dari seluruh lapisan masyarakat bumiputra. Kesadaran ini makin tampak dengan banyaknya organisasi kaum muda, yang mengarahkan tujuannya untuk membentuk suatu bangsa dan negara yang merdeka”

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kaum muda terpelajar mempunyai peranan yang cukup penting untuk kesadaran untuk mencapai kemajuan. Begitu pula dengan reformasi 1998, gerakan itu juga dilakukan oleh kaum muda terpelajar. Peranan mereka dapat menentukan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka penggerak dalam setiap perubahan. Bagaimana dengan kamu? Coba kalian perhatikan gelaja yang nampak pada masyarakat kita di bermacam-macam daerah dewasa ini. Munculnya perilaku anarkis di kalangan pemuda, rasa nasionalisme yang mulai rapuh, banyak di antara remaja kita yang lebih gandrung dengan budaya dan produk luar negeri ketimbang mencintai budaya dan produk negeri sendiri, juga munculnya rasa etnosentrisme nyaris dapat kita jumpa di berbagai daerah. Penolakan pada seorang pemimpin sebab tidak berasal dari suku bangsa yang sama, atau sebab perbedaan keyakinan adalah hal yang sering kali dapat kita lihat dari bermacam-macam media, baik cetak maupun elektronik. Semangat kebangsaan dan jati diri keindonesiaan di kalangan sebagian remaja juga mulai memudar. Mereka lebih gandrung dengan budaya dan produk luar negeri ketimbang budaya dan produk negeri sendiri.
Membangun Jati Diri Keindonesiaan

Tetapi di tengah-tengah merosotnya rasa nasionalisme dan jati diri bangsa ini ada seorang bocah berumur 8 tahun yang sudah mahir bermain bola yang bernama Tristan Alif Naufal. Kini dia tengah memperoleh undangan untuk berlatih sepak bola di klub Ajax Amsterdam, Belanda. Dia bersama kedua orang tuanya memperoleh kesempatan menjadi warga negara Belanda dan mendapat kesempatan menjadi pemain sepak bola di Tim Oranye yang memang sangat menjanjikan. “Aku mau bela Tim Nasional Indonesia. Aku tidak mau jadi warga negara Belanda, aku mau tetap jadi orang Indonesia, ujar Alif”. (Tribun Kaltim, 3 November 2013). Demikian sebuah ilustrasi yang menarik untuk sebuah semangat nasionalisme.

Negara Indonesia ini memang terbentuk melalui proses panjang atas dasar kesepakatan dan kesadaran nasionalisme para pemuda dan terpelajar saat itu. Mereka tidak hanya berasal dari satu suku bangsa, akan tetapi mereka berasal dari suku-suku bangsa yang ada di Hindia-Belanda pada saat itu. Begitu pula dalam hal keyakinan mereka sadar bahwa mereka memang berbeda, akan tetapi mereka yakin, bahwa mereka memiliki tujuan yang mulia, yaitu mencapai Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat. Bagi pemuda-pemuda saat itu perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, bukan untuk dipertentangkan dan dipermasalahkan. Catatan sejarah menunjukkan, bahwa pada awal abad ke-20 keindonesiaan digagas oleh kalangan pemuda terpelajar. Pada tahun 1922, De Indishe Vereeninging, yaitu suatu perkumpulan mahasiswa Hindia (nama sebelum menjadi Indonesia) yang berada di negeri Belanda, nama itu lalu berubah menjadi Indonesische Vereeninging. Ketika nama Indonesia itu digunakan oleh para kaum muda terpelajar Hindia yang sedang belajar di negeri Belanda konsep Indonesia menjadi sebuah konsep politik. Maka, organisasi yang mulanya adalah perkumpulan sosial kemahasiswaan berubah menjadi organisasi yang memperlihatkan kecenderungan politik. Jadi penggunaan nama Indonesia bukan hanya sekedar didasarkan atas kondisi geografis dan antropologis saja. Pada tahun 1923, perkumpulan itu berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Jelaslah bahwa harapan kuat para pelajar itu untuk menampilkan diri sebagai kekuatan nasionalisme Indonesia. Kenyataan itu menunjukkan hasrat kuat para pemuda itu untuk memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia yang demokratis. Begitu pula dengan majalah organisasi itu juga diubah namanya dari Hindia Poetera menjadi Indonesia Merdeka (baca lebih lanjut Sartono Kartodirdjo: Sejak Indische sampai Indonesia :2005).

» Mengapa para pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda menggunakan nama Indonesia sebagai penemuan atas jatidirinya, tanah air, dan bangsanya, serta sebagai posisi politiknya? »

Sementara itu, pemuda terpelajar di Indonesia menyebarkan paham kebangsaan, mereka mengekspresikan melalui bermacam-macam cara, antara lain melalui surat kabar, karya sastra, rapat umum, lagu-lagu, serikat buruh, atau perlawanan pada kolonialisme. Pada saat itulah para pelajar dan pemuda terdidik itu memiliki pandangan dengan cara tersendiri terhadap dunia mereka. Cara pandangan baru itulah yang membuka wawasan dan politik modern yang menjadi cikal bakal pergerakan bangsa dan tumbuhnya nasionalisme saat itu. Hal itu ditandai dengan munculnya bermacam-macam organisasi pergerakan baik lokal atau nasional. Berbagai organisasi itu misalnya Sarekat Prijaji, Sarekat Dagang Islam, dan National-Indische Partij, di Jawa ada organisasi pemuda Budi Utomo, Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Munculnya organisasi pemuda itu mendorong pemuda-pemuda dari suku bangsa lain itu juga mendirikan organisasi kepemudaan seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Minahasa. Kapankah organisasi-organisasi pemuda itu mulai berazaskan kebangsaan dan nasionalisme itu bangkit?. Pada uraian di bawah ini kita akan belajar tentang pergerakan kebangsaan Indonesia, serta dinamikanya dari pandangan lokal hingga tumbuhnya kesadaran nasional.

Bagaimanakah dengan kamu, apakah dapat menerima pendapat yang berbeda dengan temanmu? Bila demikian mengapa kita sekarang wajib mempersoalkan perbedaan diantara kita? Kita justru wajib menghargai bagaimana pergulatan mereka dalam mewujudkan keindonesiaan kita. Bagaimanakah pergulatan terbentuknya keindonesiaan itu?

Sumber : Sejarah Indonesia kelas XI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.