Saturday, October 10, 2015

Menganalisis keserakahan kongsi dagang

a. Lahirnya VOC


Seperti sudah dijelaskan di muka bahwa tujuan kehadiran orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai setelah mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita mengenai keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas.

Dengan demikian semakin banyak orang-orang Eropa yang tertarik pergi ke Nusantara. Mereka saling berinteraksi dan bersaing dalam meraup keuntungan berdagang. Para pedagang atau perusahaan dagang Portugis bersaing dengan para pedagang Belanda, bersaing dengan para pedagang Spanyol, bersaing dengan para pedagang Inggris, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya antarbangsa, antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsapun mereka saling bersaing. Oleh sebab itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada tahun 1600 Inggris membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC). Kongsi dagang EIC ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta, India. Dari Kalkuta ini kekuatan dan setiap kebijakan Ingris di dunia timur, dikendalikan. Pada tahun 1811 kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan pernah berhasil menempatkan kekuasaannya di Nusantara.

Persaingan yang cukup keras juga terjadi di antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun selanjutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang sudah ada. Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1) menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.

VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri atas delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain:

  1. melaksanakan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara,
  2. membentuk angkatan perang sendiri,
  3. melaksanakan peperangan,
  4. mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
  5. mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
  6. mengangkat pegawai sendiri, dan
  7. memerintah di negeri jajahan.

Sebagai sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas, menunjukkan bahwa VOC mempunyai hak-hak istimewa dan kewenangan yang sangat luas. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan negara dalam negara. Dengan mempunyai hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus berusaha memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu lalu oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.

Menganalisis keserakahan kongsi dagang
Pieter Both
Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli.

Dapat Kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda mengurus wilayah yang ada di Kepulauan Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan Tujuh Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari secara cepat dan efektif. Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal adalah jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yang pertama, Pieter Both sudah tentu wajib mulai menata organisasi kongsi dagang ini sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli perdagangan di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan.

Pedagang dari mana saja bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk juga Belanda. Dengan demikian Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem ( satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia. Di lokasi ini lalu didirikan bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor dan sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon.

b. VOC semakin merajalela

Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru berjalan satu tahun dia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung. Orang-orang Belanda yang tergabung dalam VOC itu memang cerdik. Pada awalnya mereka bersikap baik dengan rakyat. Hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara juga berjalan lancar. Bahkan seperti sudah djelaskan di atas, orang-orang Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both diizinkan oleh Pangeran Wijayakrama untuk membangun tempat tinggal dan loji di Jayakarta. Sikap baik rakyat dan para penguasa setempat ini dimanfaatkan oleh VOC untuk semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Lama kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap congkak, dan sombong. Setelah merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara dan menikmati keuntungannya yang melimpah dalam berdagang, Belanda semakin bernafsu ingin menguasai dan kadang-kadang melakukan paksaan dan kekerasan. Hal ini sudah menimbulkan kebencian rakyat dan para penguasa lokal. Oleh sebab itu, pada tahun 1618 Sultan Banten yang ditolong tentara Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta. Orang-orang VOC lalu menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dari Jayakarta pasukan Banten pada awal tahun 1619 juga mengusir Inggris dari Jayakarta. Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten.

Tahun 1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yang berani dan kejam serta ambisius. Oleh sebab itu, merasa bangsanya dipermalukan pasukan Banten dan Inggris di Jayakarta, maka J.P. Coen mempersiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. Armada angkatan laut dengan 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta. Ternyata dalam waktu singkat Jayakarta dapat diduduki VOC. Kota Jayakarta kemudian dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal 30 Mei 1619. Di atas puing- puing kota Jayakarta itulah dibangun kota baru bergaya kota dan bangunan di Belanda. Kota baru itu dinamakan Batavia sebagai pengganti nama Jayakarta.

J.P. Coen adalah Gubernur Jenderal VOC yang keempat dan keenam. Siapa gubernur jenderal yang kelima. Mengapa J.P. Coen menamakan kota itu Batavia? Adakah kaitan nama Batavia dengan Betawi? Kalau ada kaitannya bagaimana penjelasannya. Kalau tidak ada kaitannya, dari mana sebenarnya asal usul kata Betawi itu?
J.P. Coen adalah gubernur jenderal yang sangat bernafsu untuk memaksakan monopoli. Dia juga dikenal sebagai peletak dasar penjajahan VOC di Indonesia. Disertai dengan sikap congkak dan tindakan yang kejam, J.P.Coen berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara. Cara-cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dilakukan antara lain dengan:


  1. Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku.
  2. Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum Pribumi, tetapi yang penting VOC dapat mendapat hasil-hasil pertanian itu dengan mudah, sekalipun wajib dengan paksaan.
  3. VOC sementara cukup menduduki tempat-tempat yang strategis.
  4. VOC melaksanakan campur tangan pada kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC mempunyai daya tawar yang kuat, sehingga dapat menentukan harga.
  5. Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap dipertahankan dengan harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat, kalau tidak mau baru diperangi.


Setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negari Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia dan diangkat kembali sebagai Gubernur Jenderal untuk jabatan yang kedua kalinya. Pada masa jabatan yang kedua inilah terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia.

Batavia senantiasa mempunyai posisi yang strategis untuk VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Di samping itu Batavia juga terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung jalur perdagangan internasional. Batavia menghubungkan perdagangan di Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara bagian timur. Apalagi Nusantara bagian timur ini menjadi daerah penghasil rempah-rempah yang utama, maka posisi Batavia yang berada di tengah-tengah itu menjadi semakin strategis dalam perdagangan rempah-rempah.

» Tahukah kamu, apa yang dimaksud politik devide et impera, bagaimana praktiknya yang dilakukan VOC, sehingga daerah kekuasaan VOC bertambah luas. Jelaskan secara logis dan sistematis!

VOC semakin serakah dan bernafsu untuk menguasai Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara dan pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan. Politik devide et impera dan bermacam-macam tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya.

Salah satu bagian Benteng Victoria (Maluku)

Sebagai contoh, Mataram yang adalah kerajaan kuat di Jawa akhirnya juga dapat dikendalikan secara penuh oleh VOC. Hal ini terjadi setelah dengan tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II yang sedang dalam keadaan sakit keras dipaksa untuk menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Kerajaan Mataram kepada VOC pada tahun 1749. Tidak hanya kerajaan-kerajaan di Jawa, kerajaan-kerajaan di luar Jawa berusaha ditaklukkan. Untuk memperkokoh kedudukannya di Indonesia bagian barat dan memperluas pengaruhnya di Sumatera, VOC berhasil menguasai Malaka setelah mengalahkan saingannya, Portugis pada tahun 1641. Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh. Kerajaan Makassar di bawah Sultan Hasanuddin yang tersohor di Indonesia bagian timur juga berhasil dikalahkan setelah terjadi Perjanjian Bongaya tahun 1667. Dari Makasar VOC juga berhasil memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan dengan Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan. Sementara jauh sebelum itu yakni tahun 1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. VOC menjadi berjaya setelah berhasil melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Untuk mengendalikan pelaksanaan monopoli di kawasan ini dilaksanakan Pelayaran Hongi.

Apa yang dimaksud dengan Pelayaran Hongi? Bagaimana pelaksanannya sehingga keuntungan tetap jatuh di tangan VOC? Coba jelaskan!

Pengaruh dan kekuasaan VOC semakin meluas. Untuk memperkuat kebijakan monopoli ini di setiap daerah yang dilihat strategis armada VOC diperkuat. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparua, Benteng Nasau di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Victoria, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makasar.

Dalam rangka memperluas pengaruh dan kekuasaannya itu, ternyata perhatian VOC juga sampai ke Irian/Papua yang dikenal sebagai wilayah yang masih tertutup dengan hutan belantara yang begitu luas. Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif. Orang Belanda yang pertama kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama armandanya rombongan Willem Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki tanah Irian pada tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tanaman rempah-rempah. Tahun 1616- 1617 Le Maire dan William Schouten mengadakan survei di daerah pantai timur laut Irian dan menemukan Kepulauan Admiralty bahkan sampai ke New Ireland. Dengan penemuan ini maka nama William diabadikan sebagai nama kepulauan, Kepulauan Schouten. Pada waktu orang-orang Belanda sangat memerlukan pertolongan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulau- pulau yang termasuk wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan

Kerajaan Tidore sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC. Dengan demikian daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas di seluruh Nusantara.

» Tahukah kalian apa yang dimaksud kolonialisme dan apa itu imperialisme? Coba jelaskan! (Ingat kata kunci: kolonialisme berasal dari kata colonia dan imperialism berasal dari kata imperate).

Memahami uraian di atas, jelas bahwa VOC yang adalah kongsi dagang itu berangkat dari usaha mencari untung lalu dapat menanamkan pengaruh bahkan kekuasaannya di Nusantara. Fenomena ini juga terjadi pada kongsi dagang milik bangsa Eropa yang lain. Artinya, untuk memperkokoh tindakan monopoli dan memperbesar keuntungannya orang-orang Eropa itu wajib memperbanyak daerah yang dikuasai (daerah koloninya). Tidak hanya daerah yang dikuasai secara ekonomi, kongsi dagang itu juga ingin mengendalikan secara politik atau memerintah daerah itu. Bercokollah kemudian kekuatan kolonialisme dan imperialisme.

Dalam praktiknya, antara kolonialisme dan imperialisme sulit untuk dipisahkan. Kolonialisme adalah bentuk pengekalan imperialisme (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012). Muara kedua paham itu adalah penjajahan dari negara yang satu pada daerah atau bangsa yang lain. Sistem inilah yang biasanya diterapkan bangsa-bangsa Eropa yang datang di Kepulauan Nusantara, baik Portugis, Spanyol, Inggris atau Belanda. Berangkat dari motivasi untuk memperbaiki taraf kehidupan ekonomi lalu meningkat menjadi nafsu untuk menguasai dan mengeruk kekayaan dan keuntungan sebanyak-banyaknya dari daerah koloni untuk kejayaan bangsanya sendiri.

Pihak atau bangsa lain dilihat sebagai musuh dan wajib disingkirkan. Sifat keangkuhan dan keserakahan sudah menghiasi perilaku kaum penjajah. Inilah sifat-sifat yang sangat dibenci dan tidak diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Demikian halnya dengan VOC, tidak sekedar menjadi sebuah kongsi dagang yang berusaha untuk mencari untung tetapi juga ingin menanamkan kekuasaannya di Nusantara. VOC dengan hak-hak dan kewenangan yang diberikan pemerintah dan parlemen Belanda sudah melakukan penjajahan dan menguatkan akar kolonialisme dan imperialisme di Nusantara. Melalui cara-cara pemaksaan monopoli perdagangan, politik memecah belah serta tipu muslihat yang sering disertai tindak peperangan dan kekerasan, semakin memperluas daerah kekuasaan dan memperkokoh kemaharajaan VOC. Sekali lagi tindak keserakahan dan kekerasan yang dilakukan VOC itu menunjukkan mereka tidak mau bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, wajar kalau timbul perlawanan dari berbagai daerah misalnya dari Aceh, Banten, Demak, Mataram, Banjar, Makasar, dan Maluku.

c. VOC menuju kebangkrutan


Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah-rempah juga melimpah. Namun di balik itu ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial.

Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menentukan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi Holland), lalu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot tajam sebab serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan.

Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni 1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk mengatur secara rinci cara penghormatan pada gubernur jenderal, kepada Dewan Hindia beserta isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua orang wajib turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat tinggi itu, warga keturunan Eropa wajib menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa wajib menyembah. Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta hanya empat ekor dan hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani anggaran.

Posisi jabatan dan bermacam-macam simbol kehormatan itu tidaklah lengkap tanpa hadiah dan upeti. Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat, dari pejabat di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden saat kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya hanya sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan 20-30 ribu gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan. Untuk menjadi karyawan VOC juga wajib dengan menyogok. Pengurus VOC di Belanda memasang tarif sebesar f 3.500,- untuk yang ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji resmi per bulan sebagai onderkoopman hanya f.40,-), untuk menjadi kapitein wajib menyogok f.2000,- dan begitu seterusnya yang semua sudah merugikan uang lembaga. Demikianlah para pejabat VOC terjangkit penyakit korupsi sebab ingin kehormatan dan kemewahan sesaat. Beban utang VOC semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam sebab korupsi) (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012).

Bagaimana penilaianmu terkait dengan korupsi yang dilakukan para pejabat VOC, bagaimana kalau dibandingkan dengan keadaan di Indonesia saat ini?

Dalam kondisi bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan tidak dapat dilanjutkan lagi. VOC telah bangkrut, oleh sebab itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada saat itu sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir Van Overstraten masih wajib bertanggung jawab mengenai keadaan di Hindia Belanda. Dia bertugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.

Sumber : Sejarah Indonesia kelas XI / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.