Saturday, October 10, 2015

Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang (abad ke-16 sampai abad ke-18)

Coba cermati gambar di bawah, lalu kalian buat beberapa pertanyaan terkait dengan gambar itu!

Ilustrasi atau gambar di bawah menunjukkan adanya sebuah perlawanan bangsa Indonesia terhadap kezaliman kolonialisme Belanda. Gambar di atas melukiskan kapal-kapal dagang dari Papua dan Halmahera yang dijadikan kapal armada laut untuk memperkuat pasukan Pangeran Nuku dari Tidore untuk melawan kekejaman kompeni Belanda. Sungguh heroik perlawanan rakyat Kepulauan Maluku dan sekitarnya di bawah pimpinan Pangeran Nuku. Dari pulau yang satu ke pulau yang lain Nuku berhasil menggerakkan bermacam-macam lapisan kekuatan baik dari bangsawan atau rakyat untuk melawan kezaliman Belanda. Politik devide et impera diterapkan oleh Belanda, tetapi Nuku bergeming. Dengan dukungan para penguasa dari Papua dan Halmahera, bahkan juga Inggris, pasukan Nuku semakin berjaya. Belanda wajib mengakui keunggulan Sultan Nuku.
Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang

Nah, apa kalian tahu siapa Pangeran Nuku itu? Mengapa Nuku melancarkan perlawanan pada Belanda? Bagaimana wujud politik devide et impera Belanda dalam memerangi Nuku?

Nuku berjuang tidak sendirian, tetapi keberhasilan Nuku karena kerja sama antarkekuatan masyarakat. Coba tunjukkan kebersamaan yang dibangun Sultan Nuku sehingga berhasil memulihkan kedaulatan Tidore dan sekitarnya.
Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang

Uraian di atas menunjukkan salah satu perlawanan pada kezaliman dan dominasi asing yang menjajah bumi Nusantara ini. Kekuatan penjajahan itu sudah merendahkan martabat bangsa dan membuat penderitaan rakyat, sehingga perlawanan itu terjadi di bermacam-macam daerah. Berikut ini akan kita pelajari mengenai berbagai perlawanan untuk melawan keserakahan VOC.

1. Aceh Versus Portugis dan VOC

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah untuk Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini sudah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dilihat oleh Portugis sebagai ancaman, oleh sebab itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh. Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk ditangkap. Sudah barang tentu tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja, mengadakan hubungan dengan bangsa manapun atas dasar persamaan. Oleh sebab itu, tindakan kapal-kapal Potugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:
  1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
  2. Mendatangkan pertolongan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.
  3. Mendatangkan pertolongan persenjataan dari Kalikut dan Jepara. 

Setelah bermacam-macam bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis wajib bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng. Portugis wajib mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Aceh Versus Portugis dan VOC

Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing, oleh sebab itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari Malaka. Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit. Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu biasanya terdiri para panglima perang. Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis wajib mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini tidak juga berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

2. Maluku Angkat Senjata

Nah, mengapa VOC wajib mengusir Portugis dari Malaka, apa alasannya? Bagaimana konflik antara VOC dengan Aceh?. Dapatkah Aceh mengusir Belanda dari Malaka. Coba diskusikan bersama anggota kelompok. kalian dapat membaca dari buku- buku sejarah yang sudah ada Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang- orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore.

Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini sebab kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis memperoleh kemenangan. Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering berlaku kasar pada penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan.

Maluku Angkat SenjataMaka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Apa yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis sudah merusak sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.

Coba diskusikan dengan anggota kelompokmu, apa isi Perjanjian Saragosa dan siapa pemrakarsa perjanjian itu !

Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis lalu melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan lalu menetap di Timor Timur.

Coba tuliskan, bagaimana penilaian dan perasaanmu mengetahui tindakan Portugis yang licik, yang telah membunuh Sultan Khaerun?

Serangkaian rakyat terus terjadi pada Portugis atau VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun bermacam-macam serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang mempunyai peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.

Kamu ingat, apa yang dimaksud Pelayaran Hongi dan bagaimana praktik kebijakan monopoli rempah-rempah oleh VOC di Maluku?

Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC sudah menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku memperoleh dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC.

Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga memberi dukungan pada Sultan Nuku. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi VOC.

3. Sultan Agung Versus J.P. Coen

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: (1) mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan (2) mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan cita- citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak untuk melaksanakan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat. Oleh sebab itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
  1. tindakan monopoli yang dilakukan VOC,
  2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka,
  3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan keberadaan VOC di Batavia sudah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 sudah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan. Pada saat itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia.

Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul,

dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.

Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja dialami pasukannya. Dia segera mempersiapkan serangan yang kedua. Belajar dari kekalahan terdahulu Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Dia juga membangun lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal dan Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC. Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha mengepung Batavia. Pasukan Mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng Hollandia.

Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng itu. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik khabar bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang tinggi pasukan Mataram terus melaksanakan penyerangan. Dalam situasi yang kritis ini pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk mengusir pasukan Mataram. Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur kembali ke Mataram. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami kegagalan.

Dengan kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya di daerah-daerah lain. Namun di balik itu VOC selalu khawatir dengan kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi gerak-gerik pasukan Mataram. Sebagai contoh pada waktu pasukan Sultan Agung dikirim ke Palembang untuk menolong Raja Palembang dalam melawan VOC, langsung diserang oleh tentara VOC di tengah perjalanan.

Perlawanan pasukan Sultan Agung pada VOC memang mengalami kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing di Nusantara terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Sayangnya semangat ini tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC.

» Dengan mempelajari kisah penyerangan pasukan Sultan Agung ke Batavia, cobalah rumuskan mengapa penyerangan itu menemui kegagalan? Pelajaran apa yang dapat kalian peroleh dengan belajar sejarah penyerangan pasukan Sultan Agung ke Batavia?

» Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Dia memerintah pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I adalah raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh sebab itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul bermacam-macam perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.

Nah, bagaimana kisah perlawanan Trunajaya ini. Coba diskusikan dengan anggota kelompok, apa sebab-sebab terjadinya perlawanan, bagaimana proses perlawanan itu, apa akibat setelah perlawanan ini berakhir.

4. Perlawanan Banten

Banten mempunyai posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melaksanakan serangan- serangan pada VOC.

Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Dia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad yang wafat pada 1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi perkembangan di Batavia. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sultan Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi oleh VOC. Oleh sebab itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar perdagangan, VOC sering melaksanakan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan menuju Banten. Sebagai balasan Sultan Ageng juga mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melaksanakan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk.

Coba rumuskan beberapa alasan mengapa Sultan Ageng Tirtayasa memimpin rakyatnya untuk menyerang VOC! Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk. Dengan tersedianya beberapa benteng di Batavia diharapkan VOC mampu bertahan dari bermacam-macam serangan dari luar dan mengusir para penyerang tersebut. Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk mempermudah transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh sebab jasa-jasanya ini maka sultan digelari Sultan Ageng Tirtayasa (tirta maknanya air).

Serangan dan gangguan pada VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah mengobarkan semangat anti VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri ditolong puteranya yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Dia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC ini Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya. Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam persekongkolan itu VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat.

(1) Banten wajib menyerahkan Cirebon kepada VOC, (2) monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan wajib menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina, (3) Banten wajib membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan (4) pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC.

Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta pertolongan tentara VOC. Datanglah pertolongan tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang lalu bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.

Namun wajib diingat bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam. Dia telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten pada VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus. Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan itu. Dengan susah payah akhirnya perlawanan yang dipimpin Ki Tapa dan Ratu Bagus ini dapat dipadamkan.

Kamu sudah mempelajari bagaimana perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC, pelajaran apa yang dapat kamu peroleh. Coba jelaskan!

5. Perlawanan Goa

Kerajaan Goa adalah salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di kota itu. Goa anti pada tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka untuk semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang.

Pelabuhan Somba Opu mempunyai posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu sudah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut rempah-rempah dari Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya akan singgah dulu di Bandar Somba Opu. Begitu juga barang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga melaksanakan bongkar muat di Somba Opu.

Dengan melihat peran dan posisinya yang strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Goa dan menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. Untuk itu VOC wajib dapat menundukkan Kerajaan Goa. Berbagai upaya untuk melemahkan posisi Goa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1634, VOC melaksanakan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal sebab perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan gampang bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Kemudian kapal-kapal VOC merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi atau kapal-kapal asing lainnya.

Raja Goa, Sultan Hasanuddin ingin menghentikan tidakan VOC yang anarkis dan provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang memaksakan monopoli di Goa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk menghadapi VOC. Beberapa benteng pertahanan mulai dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa sekutu Goa mulai dikoordinasikan. Semua dipersiapkan untuk melawan kesewenang- wenangan VOC. Sementara itu VOC juga mempersiapkan diri untuk menundukkan Goa. Politik devide et impera mulai dilancarkan. Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.

VOC begitu bernafsu untuk segera dapat mengendalikan kekuasaan di Goa. Oleh sebab itu, pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Goa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri dari tentara VOC, orang-orang Ambon dan juga orang-orang Bugis di bawah Aru Palaka. Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang- orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Goa dari bermacam-macam penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Goa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Goa. Hasanuddin lalu dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.

1. Goa wajib mengakui hak monopoli VOC
2. Semua orang Barat, kecuali Belanda wajib meninggalkan wilayah Goa
3. Goa wajib membayar biaya perang

Sultan Hasanuddin tidak ingin melakukan isi perjanjian itu, sebab isi perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat Goa atau Makasar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin wajib melaksanakan isi Perjanjian Bongaya. Bahkan benteng pertahanan rakyat Goa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu lalu oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.

6. Rakyat Riau Angkat Senjata

Ambisi untuk melaksanakan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah di Nusantara terus dilakukan VOC. Di samping menguasai Malaka, VOC juga mulai mengincar Kepulauan Riau. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Kerajaan- kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC. Oleh karena itu, beberapa kerajaaan mulai melancarkan perlawanan. Salah satu contoh perlawanan di Riau adalah perlawanan yang dilancarkan oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723 – 1744) memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Johor lalu ia membuat benteng pertahanan di Pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Uniknya dalam pertempuran ini Raja Lela Muda selalu mengikutsertakan puteranya yang bernama Raja Indra Pahlawan. Itulah sebabnya sejak remaja Raja Indra Pahlawan sudah mempunyai kepandaian berperang. Sifaf bela negara/ tanah air sudah mulai tertanam pada diri Raja Indra Pahlawan.

Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746 -1760). Raja ini juga mempunyai naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri, Kampar, sampai Pulau Guntung yang berada di muara Sungai Siak. Kapal-kapal dagang yang akan menuju Siak ditahan oleh VOC. Hal ini adalah pukulan untuk Siak. Oleh sebab itu segera dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Sebagai pucuk pimpinan pasukan dipercayakan kembali kepada Raja Indra dan Panglima Besar Tengku Muhammad Ali. Dalam serangan ini diperkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Terjadilah pertempuran sengit di Pulau Guntung (1752 – 1753).

Ternyata benteng VOC di Pulau Guntung itu berlapis-lapis dan dilengkapi meriam-meriam besar. Dengan demikian pasukan Siak sulit menembus benteng pertahanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC, sehingga VOC wajib mendatangkan pertolongan kekuatan termasuk juga orang-orang Cina. Pertempuran nyaris berlangsung satu bulan. Sementara VOC terus mendatangkan bantuan. Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang Siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke Siak. Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa VOC wajib dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda. Oleh sebab itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji di Pulau Guntung. Pada saat perundingan baru mulai justru Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada pemerintahah VOC. Sultan segera memberi kode pada anak buah dan segera menyergap dan membunuh orang-orang Belanda di loji itu. Loji segera dibakar dan rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan membawa kemenangan, sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari Malaka. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa Raja Indra Pahlawan. Oleh karena itu, atas jasanya Raja Indra Pahlawan diangkat sebagai Panglima Besar Kesultanan Siak dengan gelar: “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”

Sungguh heroik perlawanan rakyat Siak pada VOC. Pelajaran apa yang dapat Anda peroleh dari belajar sejarah perlawanan rakyat Siak itu?


7. Orang-orang Cina Berontak

Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan- kerajaan Hindu-Buddha dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir, bahkan tidak sedikit yang menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan orang-orang Cina dari Tiongkok dalam rangka mendukung kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak semua yang mempunyai modal. Banyak di antara mereka termasuk golongan miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi pencuri. Sudah barang tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan Kota Batavia.

Untuk membatasi kehadiran orang–orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus mempunyai surat izin bermukim yang disebut permissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri Langka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina. Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin itu.

Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per orang. Tetapi dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi penyelewengan dengan membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit. Akibatnya banyak yang tidak mampu mempunyai surat izin itu. VOC bertindak tegas, orang-orang Cina yang tidak mempunyai surat izin bermukim ditangkapi. Tetapi mereka banyak yang dapat melarikan diri keluar kota. Mereka lalu membentuk gerombolan yang mengacaukan keberadaan VOC di Batavia.

Pada suatu saat tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh sebab itu, para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-rumah orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan pada orang-orang Cina yang ditemukan di setiap rumah. Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di bermacam-macam daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko atau lalu dikenal dengan sebutan Khe Panjang, lalu di Jawa menjadi Ki Sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.

Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di bermacam-macam tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini memperoleh bantuan dan dukungan dari para bupati di pesisir. Bahkan yang menarik atas desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-orang Cina itu. Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak korban. VOC segera meningkatkan kekuatan tentara maupun persenjataan sehingga pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melaksanakan perundingan damai dengan VOC.

8. Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

Perlawan pada VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.

Mengapa terjadi perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said pada VOC ?

Pada uraian terdahulu sudah disinggung bahwa beberapa raja Mataram setelah Sultan Agung adalah raja yang lemah bahkan bersahabat dengan kaum penjajah. Begitu juga pada saat pemerintahan Pakubuwana II terjadi persahabatan dengan VOC. Bahkan VOC semakin berani untuk menekan dan melaksanakan intervensi pada jalannya pemerintahan Pakubuwana II. Wilayah pengaruh Kerajaan Mataram juga semakin berkurang. Persahabatan antara Pakubuwana II dengan VOC ini sudah menimbulkan kekecewaan para bangsawan kerajaan, apalagi VOC melaksanakan intervensi dalam urusan pemerintahan kerajaan. Hal ini mendorong munculnya bermacam-macam perlawanan misalnya perlawanan Raden Mas Said.

Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14 tahun Raden Mas Said sudah diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah berpengalaman, Raden Mas Said lalu mengajukan permohonan untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said justru memperoleh cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait- kaitkan dengan tuduhan ikut menolong pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung. Mas Said merasa sakit hati dengan sikap keluarga kepatihan. Muncullah niat untuk melaksanakan perlawanan terhadap VOC yang sudah membuat kerajaan kacau sebab banyak kaum bangwasan yang bersekutu dengan VOC. Dia diikuti R. Sutawijaya dan Suradiwangsa (yang lalu dikenal dengan Kiai Kudanawarsa) pergi keluar kota untuk menyusun kekuatan. Kemudian Mas Said pergi menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh para pengikutnya Mas Said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang sangat dikenal masyarakat yakni Pangeran Sambernyawa. Perlawanan Mas Said ternyata cukup kuat sebab mendapat dukungan dari masyarakat dan ini merupakan ancaman yang serius untuk eksistensi Pakubuwana II sebagai raja di Mataram. Oleh sebab itu, pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang). Mas Said tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana, dia terus melancarkan perlawanan kepada kerajaan atau VOC.

Mendengar adanya sayembara berhadiah itu, Pangeran Mangkubumi ingin mencoba sekaligus menakar seberapa jauh komitmen dan kejujuran Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu datan kena wola-wali (perkataan raja tidak boleh ingkar).

Karena bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana II tidak memberikan tanah Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi. Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain. Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu Gubernur Jenderal Van Imhoff mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari kekuasaan. Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat VOC secara langsung sudah mencampuri urusan pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana. Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk melawan VOC yang sudah semena-mena ikut campur tangan pemerintahan kerajaan. Hal ini sekaligus untuk memperingatkan saudara tuanya Pakubuwana II agar tidak mau didikte oleh VOC.

Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya pertama kali pergi ke Sukowati untuk menemui Mas Said. Kedua pihak bersepakat untuk bersatu melawan VOC. Untuk memperkokoh persekutuan ini, Raden Mas Said dijadikan menantu oleh Pangeran Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas Said sepakat untuk membagi wilayah perjuangan. Raden Mas Said bergerak di bagian timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedangkan Mangkubumi konsentrasi di bagian barat Surakarta terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan Desa Pacetokan, dekat Pleret (termasuk daerah Yogyakarta sekarang). Diberitakan pada saat itu Pangeran Mangkubumi membawahi sejumlah 13.000 prajurit, termasuk 2.500 prajurit kavaleri.

Pada tahun 1749 dalam suasana perang sedang berkecamuk di bermacam-macam tempat, terpetik khabar kalau Pakubuwana II jatuh sakit. Dalam keadaan sakit ini Pakubuwana II terpaksa harus menandatangani perjanjian dengan VOC. Perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1749 antara Pakubuwana II yang sedang sakit keras dengan Gubernur Baron van Hohendorff sebagai wakil VOC. Isi perjanjian itu sangat menyakitkan hati para punggawa dan rakyat Mataram. Mengapa?

Karena perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain: (1). Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto atau de jure kepada VOC. (2). Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC. (3). Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan

Bagaimana penilaian kalian mengenai isi perjanjian antara Pakubuwana II dengan VOC tahun 1749 itu. Bagaimana perasaan kalian selaku generasi penerus bangsa mengetahui bahwa bangsa kita sering kali menjadi korban kelicikan kaum penjajah? Sebagai pelajar, apa yang sebaiknya wajib kamu lakukan sekarang?

Perjanjian itu adalah sebuah tragedi sebab Kerajaan Mataram yang pernah berjaya di masa Sultan Agung wajib menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah kerajaan kepada pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said, sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya pada kezaliman VOC.

Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

KESIMPULAN

Nah, bagaimana jalannya perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said selanjutnya? Bagaimana kemenangan demi kemenangan yang diperolehnya? Coba diskusikan dengan anggota kelompok dan susunlah kisah perlawanan keduanya sampai akhirnya lahir Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Mangkunegaran. kalian dapat membaca buku-buku sejarah yang sudah ada di perpustakaan sekolah !

  1. Perlawanan yang terjadi pada abad ke-16 di bermacam-macam daerah ditujukan kepada Portugis, Spanyol dan Belanda. Kemudian perawanan rakyat pada abad ke 17 dan 18 biasanya ditujukan kepada dominasi kongsi dagangVOC (Belanda).
  2. Perlawanan rakyat Indonesia dilatarbelakangi sebab tidakan monopoli, keserkahan dan intervensi politik dengan devide et impera dari pemerintahan kongsi dagang itu.
  3. Perlawanan rakyat Indonesia itu biasanya memang dapat dipatahkan oleh kekuatan musuh yang sering berlaku licik dan memiliki persenjataan yang lebih lengkap.
  4. Akibat dominasi pemerintahan kongsi dagang dan kekalahan perlawanan rakyat berakibat sebagian besar Kepulauan Indonesia dikuasai kekuasaan asing terutama VOC. Perilaku penjajahan itu tidak sesuai dengan fitrah dan hak asasi manusia maka wajib dilawan.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.