Saturday, October 10, 2015

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Aksara



1. Masyarakat Indonesia masa aksara
a. Perkembangan sejarah setelah mengenal aksara
Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari Yunan ke Nusantara yang
melewati jalan barat (melewati Yunan – Malaka – Sumatra – Jawa), serta yang
melewati jalur utara Yunan – Formosa – Jepang – Sulawesi Utara dan sampai di Irian/
Papua ternyata membawa pengaruh besar pada perkembangan sejarah kehidupan
bangsa Indonesia. Adanya beraneka ragam budaya daerah yang muncul di tengah-
tengah perkembangan masyarakat yang masih dapat dirasakan oleh masyarakat
nusantara pada masa kini.
Bangsa Deutero Melayu yang datang 500 SM ke Nusantara ternyata membawa
pengaruh yang lebih maju daripada pendahulunya. Mereka melalui jalan barat, yakni
Yunan – Malaka – Sumatra – Jawa. Mereka hidup di Nusantara dan berkembang
sebagai masyarakat yang produktif serta menjadi bangsa Indonesia sampai sekarang.
Masyarakat Deutero Melayu yang sudah berkembang menjadi bangsa Indonesia itu telah
memiliki kemajuan di bermacam-macam bidang, antara lain, sebagai berikut.
1) Dalam bidang pemerintahan, mereka menganut asas demokrasi melalui musyawarah
untuk menentukan pimpinan mereka, bentuk organisasi kemasyarakatan yang ada
adalah kesukuan. Kepala suku dipilih dari orang yang mempunyai kemampuan
tertinggi (primus inter pares).
30

2) Dalam bidang ekonomi, usaha untuk memenuhi kebutuhan diupayakan dengan
menggunakan ekonomi barang (pertukaran/barter), hidup gotong royong dalam
mengerjakan sawah, berkelompok, dan semua hak milik digunakan bersama.
3) Kepercayaan nenek moyang kita adalah animisme dan dinamisme.
Keadaan alam Nusantara memaksa mereka wajib pandai berlayar sebab Nusantara
terdiri atas kawasan kepulauan serta adanya tuntutan kebutuhan untuk saling mencukupi.
Akhirnya, muncul perdagangan antarpulau dan berkembang menjadi perdagangan
antarnegara. Pelayaran lintas laut sudah membawa bangsa Indonesia mampu mengarungi
lautan internasional sehingga terciptalah hubungan dagang yang maju, yang melibatkan
kawasan Nusantara. Kita ketahui bahwa kemajuan pelayaran perdagangan antara Cina
– India yang melewati kawasan Nusantara menyebabkan terjalinnya perdagangan di
Nusantara juga, namun pengaruh India di Nusantara jauh lebih besar. Pengaruh India
yang masuk ke Nusantara membawa perkembangan untuk kemajuan hidup masyarakat
di Nusantara pada saat itu dan berkembang sampai sekarang, misalnya, dalam bidang
pemerintahan, budaya, sosial, dan kepercayaan.
1) Dalam bidang pemerintahan
Masyarakat Nusantara yang hidup secara berkelompok di masa lalu, ternyata
mampu berkembang secara bergerak maju dengan bentuk kesukuan. Kontak dengan India
ternyata membawa pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat terutama dalam
pemerintahan. Masyarakat Nusantara yang semula berbentuk kesukuan, dengan
masuknya pengaruh hinduisme ke dalam masyarakat, mengubah bentuk
pemerintahannya menjadi bentuk kerajaan.
Kekuasaan raja diberikan secara turun
temurun dan tidak dipilih rakyat sehingga
rakyat menerima saja. Namun, raja yang
lemah pasti segera jatuh digantikan raja
yang lebih bijaksana atau lebih kuat.
2) Dalam bidang budaya
Kita mengetahui bahwa masuknya
Sumber: Indonesian Heritage, Seri Pertunjukan
budaya India ke Nusantara ternyata memberi Gambar 2.14 Salah satu relief Ramayana di candi
Prambanan
semangat bangsa Indonesia untuk berkarya
lebih bagus dan terarah. Bahkan para raja dan penguasa mulai menuliskan perintah
melalui prasasti. Hasil karya budaya Nusantara yang mengagumkan dan memiliki
seni tinggi, misalnya, candi Borobudur yang menjadi kebanggaan dunia dan
relief pada dinding candi yang melebihi kehebatan orang India. Misalnya, relief
Ramayana pada candi Prambanan. Begitu juga munculnya seni sastra yang dihasilkan
oleh sastrawan Nusantara seperti cerita Mahabharata dan Ramayana versi
Nusantara kitab Gatotkacasraya yang sudah memuat unsur javanisasi.
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan ....
31
3) Dalam bidang sosial
Pranata sosial di zaman Indonesia-Hindu sudah teratur, sudah ada desa sebagai
satu kelompok masyarakat. Penerapan ketentuan untuk membina masyarakat sudah
ada, kehidupan masyarakatnya bersifat gotong royong.
4) Dalam kepercayaan
Nenek moyang yang sudah mempunyai kepercayaan asli (animisme, dinamisme)
mulai mengenal agama Hindu dan Buddha. Sehingga, walaupun telah menyembah
Dewa Hindu atau Buddha, mereka tetap bersesaji untuk memuja roh (sesuai
keyakinan animisme dan dinamisme).
b. Perkembangan rekaman tertulis
Jejak-jejak masa lampau menjadi bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah
umat manusia. Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan
penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah itu
menjadi komponen penting dan mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan
untuk penulisan sejarah.
Kisah sejarah itu disampaikan dari generasi ke generasi dan bisa dipelihara
terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa
lampau.
Jejak sejarah dapat dibedakan menjadi dua.
1) Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut sejarawan mempunyai atau mengandung
informasi mengenai kejadian-kejadian yang historis sehingga dapat digunakan untuk
menyusun penulisan sejarah.
2) Jejak nonhistoris, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang tidak mempunyai nilai
sejarah.
Jejak historis yang berwujud tulisan adalah rekaman tertulis tradisi masyarakat
pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia terbagi menjadi sumber tertulis sezaman
dan setempat, sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat, dan sumber tertulis
setempat tidak sezaman.
1) Sumber tertulis sezaman dan setempat
Sumber tertulis sezaman ialah
sumber itu ditulis oleh orang
yang mengalami peristiwa itu, atau
ditulis saat itu, atau ditulis tidak
lama setelah peristiwa itu terjadi.
Sumber setempat maksudnya adalah
penulisannya di dalam negeri sendiri.
Contoh sumber tertulis sezaman dan
setempat adalah prasasti. Prasasti
Sumber: Indonesian Heritage, Ancient History
Gambar 2.15 Prasasti Ciaruteun dituliskan di atas
batu kali
32

berarti pengumuman atau proklamasi, semacam perundang-undangan yang memuji
raja, dan biasanya berbentuk puisi atau bahasa puisi. Dalam istilah bahasa Inggris
disebut enloggistie. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptie atau piagam. Ilmu
yang mempelajari mengenai prasasti disebut epigraphy.
Prasasti ada yang terbuat dari batu (disebut Caila Prasasti), dari logam, atau
dari batu bata. Wujud prasasti yang berupa batu (Caila Prasasti) terdiri atas:
a) batu biasa (batu kali) disebut natural stone;
b) batu lingga (batu lambang Siwa);
c) pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas;
d) batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita.
Adapun prasasti dari logam terbuat dari tembaga, perunggu, atau emas.
Prasasti dari perunggu, misalnya, prasasti dari Airlangga, yakni prasasti Calcutta.
Prasasti yang berupa batu bata juga disebut Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini
di Indonesia hanya sedikit sekali kita dapatkan. Contohnya adalah prasasti di candi
Sentul.
Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat.
a) Prasasti berbahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Kutai, prasasti Tarumanegara,
prasasti Tuk Mas, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Ratu
Boko, Kalasan, Kelurak, Plumpungan, dan Dinoyo.
b) Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan Sanskerta, misalnya,
prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.
c) Prasasti perpaduan bahasa Melayu Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti
Kota Kapur di Sriwijaya, prasasti Gondosuli, prasasti Dieng, dan prasasti
Sajomerto (Pekalongan).
d) Prasasti perpaduan bahasa Bali Kuno dengan Sanskerta.
Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau candi. Prasasti ini
dianggap benda suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu upacara oleh para
pedande (pendeta). Prasasti di Bali pada biasanya berisi Raja Casana atau
peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misalnya, Bangli, Kintamani, dan
Sembiran. Ahli prasasti Bali adalah R. Goris. Beliau mentranskrip prasasti Bali. Di
Bali, prasasti yang sudah rusak, hurufnya
diduplikasikan kembali dengan istilah "tinulat".
Ada keanehan pada prasasti Tugu Sanur.
Tinggi prasasti adalah 1 m, bentuknya agak
silinder, tetapi tulisannya sudah rusak. Prasasti
ini mempunyai keistimewaan menggunakan huruf
Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno,
sedangkan yang menggunakan huruf Bali
Sumber: Seri Indonesia Indah "Aksara"
Kuno menggunakan Bahasa Sanskerta. Gambar 2.16 Cetakan kertas dari prasasti
tembaga Sembiran, Buleleng, Bali.
Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan
menggunakan dua bahasa (bilingual).
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan ....
33
Secara umum isi prasasti memuat beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut.
a) Penghormatan kepada dewa dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata
Ong Civaya,sedangkan agama Buddha diawali dengan kata Ong nama Buddhaya.
b) Angka tahun dan penanggalan, dalam penulisannya biasanya diawali dengan
permulaan kata-kata: "Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun
Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri
dari: Raditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buddha (Rabu),
Respati (Kamis), Cakra (Jumat), dan Sanaiswara (Sabtu).
c) Menyebut nama raja, diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai
Dyah ..." dan selanjutnya.
d) Perintah kepada pegawai tinggi, perintah ini biasanya melalui Rakryan Mahapatih
dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi raja tidak memberi
perintah langsung.
e) Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak), yang sudah menolong raja atau
menolong orang penting atau sudah menolong rakyat banyak, misalnya, daerah
penyeberangan sungai.
f) Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).
g) Para saksi.
h) Desa perbatasan sima juga disebut "wanua tpisiring".
i) Hadiah yang diberikan oleh daerah yang dijadikan sima kepada raja, kepada
pendeta, dan para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su, berarti suwarna
atau emas. Ma berarti masa dan Ku berarti kupang (1 su = 16 Ma = 64 Ku atau
1 Su = 1 tail = 2 real), demikianlah ukuran uangnya.
j) Jalannya upacara.
k) Tontonan yang diadakan.
l) Kutukan (sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan daerah
sima).
Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yakni dari zaman
Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukan di Jawa Barat berupa tembaga di
desa Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan
bahasa Jawa Tengahan, isinya daerah Sumedang dijadikan sima sebab menjaga
lumbung padi.
Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangtritis
pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena
diserang Trunojoyo. Di situ terdapat Condro Sengkolo "Toya ingasto gono Batara"
(toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa.
2) Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat
Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi ditulis di luar negeri. Sumber
ini biasanya tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Tiongkok, Arab, Spanyol,
dan India. Misalnya, kitab Ling Wai Taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178.
34

Buku ini menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan
benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan kehidupan bangsawan pada saat itu
yang memakai sepatu kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, dan menunggang gajah
atau kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung untuk rakyat. Kitab Chu Fang Chi
ditulis Chau Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan di Asia Tenggara tumbuh dua
kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. Sumber lain adalah tambo
dinasti Tang dari Cina yang memuat mengenai Holing dan Sriwijaya serta tambo
dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman Majapahit. Berita
Fa Hsien menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam
bukunya Fo Kwa Chi. Musafir I-Tsing yang pernah datang di Indonesia (di
Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya maju perdagangannya.
Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di Holing dan bekerja sama
dengan Jnanabhadra untuk menerjemahkan kitab Hastadandasastra dalam bahasa
Sanskerta (mereka berada di Holing selama tiga tahun). Selain itu, banyak juga
catatan dari Arab, Spanyol, India, dan Belanda.
3) Sumber tertulis setempat tidak sezaman
Sumber ini ditulis lama sesudah peris-
tiwa terjadi, mungkin sudah berdasarkan
cerita dari mulut ke mulut atau berdasar
cerita rakyat. Misalnya, buku Babad
Tanah Jawi dan kitab Pararaton (walau-
pun ada babad sezaman, tetapi tidak
banyak).
Sumber: Seri Indonesia Indah "Aksara"
Gambar 2.17 Buku Babad Tanah Jawi, karangan
Raden Panji Sastrominarso tahun 1886
Konsep dan Aktualita
Sebagai salah satu sumber penulisan sejarah, sumber sejarah tertulis menggunakan beberapa material untuk
media penulisannya. Media-media penulisan itu bergantung pada zaman atau tingkat kemajuan budaya
saat itu.
Material-material yang digunakan untuk media penulisan, antara lain, sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
Bata/tanah liat, misalnya, yang ditemukan di Bugis, Makassar.
Batu, misalnya, prasasti Kutai.
Lempeng tembaga, misalnya, prasasti Watukura, berangka tahun 962 M, ditemukan di Belitung.
Perunggu, misalnya, tulisan yang ditemukan di genta perunggu, bergaya Kediri, Jawa Timur (+ abad
XI – XII M).
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan ....
35
e. Daun lontar, misalnya, kakawin karya Empu
Kanwa.
f. Daun nipah, misalnya, naskah Raja Dewata (abad
XVI), berhuruf dan berbahasa Sunda Kuno.
g. Kulit kayu, misalnya, Pustaha (buku Batak).
h. Kayu, misalnya, prasasti Kayu Jati dari Indramayu,
Media dari nipah
Media dari kayu jati
berhuruf Cacarakan berbahasa Cirebon Kuno.
i. Tulang, misalnya, yang ditemukan di Sumatra,
beraksara Batak, tertulis pada semacam tabung
obat dari tulang.
j. Bambu, misalnya, Warage Baduy, digunakan
Media dari tembaga
sebagai perangkat upacara adat.
Media dari bambu
k. Emas, misalnya, Kipas Upacara (Jongan) dari
Gambar 2.18 Contoh media penulisan prasasti
Kesultanan Riau-Lingga, berhuruf/bahasa Arab
(abad 19).
Sumber:
Seri Indonesia Indah "Aksara"
l. Daluwang/kertas saeh, terbuat dari kulit batang
pohon saeh (Broussonetia papyera).
m. Kertas, misalnya, pada buku Babad Tanah Jawi
karangan Raden Panji Sastrominarso (1886).
n. Kain, seperti kain Simbut Baduy. Corak yang diterapkan pada kain ini berupa simbol-simbol seperti
yang biasa terdapat pada waruga.
Tugas
Sebutkan dan klasifikasikan peninggalan-peninggalan sejarah yang termasuk jejak historis
dan jejak nonhistoris! Tulislah jawaban Anda pada selembar kertas dengan format berikut!
No.
Jejak Historis
Jejak Nonhistoris
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2. Perkembangan penulisan sejarah di Indonesia
Penulisan kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil
penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran melalui interpretasi
sejarah berdasar hasil penelitian. Dalam perkembangan selanjutnya penulisan sejarah
mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya gagasan baru dalam penulisan sejarah.
36

Setelah Indonesia merdeka sejarah sudah menjadi ilmu yang wajib dipelajari dan
diteliti kebenarannya dengan teori dan metode yang modern. Hal ini disebabkan oleh nation
building, yaitu sejarah nasional akan mewujudkan kristalisasi identitas bangsa, serta
membudayakan ilmu sejarah dalam masyarakat Indonesia yang menuntut pertumbuhan
rakyat, meningkatkan kesejahteraan sejarah mengenai perkembangan bangsa-bangsa.
Secara garis besar ada tiga jenis penulisan sejarah (historiografi) Indonesia.
a. Penulisan sejarah tradisional (historiografi tradisional)
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman
Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada
zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa,
bersifat istanasentris yang mengedepankan keinginan dan kepentingan raja. Penulisan
sejarah di zaman Hindu-Buddha pada biasanya ditulis di prasasti dengan tujuan agar
generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu di mana
seorang raja memerintah, contoh kitab Arjunawiwaha zaman Erlangga, kitab Panji
zaman Kameswara, serta kitab Baratayuda dan Gatotkacasraya di zaman Kediri pada
masa Raja Jayabaya. Kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi, yakni mulai
muncul dewa asli Jawa, yaitu Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong).
Walaupun dari segi wajah kurang, tokoh ini bijak dan mempunyai kemampuan yang luar
biasa.
Sumber: Seri Indonesia Indah "Teater Boneka"
Gambar 2.19 Punakawan
Setelah agama Islam masuk ke Nusantara maka terjadi proses akulturasi kebudayaan
yang menghasilkan bentuk baru dalam penulisan sejarah. Bentuk penulisan itu adalah
mulai digunakannya kitab sebagai pengganti prasasti, contohnya, Babad Tanah Jawi
dan Babad Cirebon. Penulisan peristiwa yang terjadi pada masa raja-raja Islam ditulis
berdasarkan petunjuk raja untuk kepentingan kerajaan, misalkan kitab Bustanus
Salatina. Kitab ini menulis sejarah Aceh, juga berisi kehidupan politik pada masa Islam
di Aceh, kehidupan masyarakat, soal agama Islam, sosial, dan ekonomi.
Penulisan sejarah tradisional pada biasanya lebih menekankan pada beberapa hal
berikut.
1) Hanya membahas aspek tertentu, misalnya, hanya aspek keturunan (genealogi saja)
atau hanya diutamakan aspek kepercayaan (religius saja).
2) Hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap penting dan perlu ditanamkan
di tengah masyarakatnya untuk kepentingan istana belaka.
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan ....
37
3) Mengedepankan sejarah keturunan dari satu raja kepada raja selanjutnya.
4) Sering sejarah tradisional hanya memuat biografi tokoh-tokoh terkemuka di masa
kekuasaannya.
5) Sejarah tradisional menekankan pada struktur bukan prosesnya.
Jadi, dalam penulisan sejarah itu tradisi masyarakat dan peran tokoh sangat
diutamakan sebab adanya gambaran raja kultus dalam penulisannya, seperti di zaman
Raja Kertanegara. Namun, penulisan sejarah tradisional sangat berarti untuk penelusuran
sejarah di masa lalu.
b. Penulisan sejarah kolonial (historiografi kolonial)
Penulisan sejarah kolonial adalah penulisan sejarah yang bersifat eropasentris.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memperkukuh kekuasaan mereka di Nusantara.
Penulisan sejarah yang berfokus barat ini jelas merendahkan derajat bangsa Indonesia
dan mengunggulkan derajat bangsa Eropa, misalnya, pemberontakan Diponegoro dan
pemberontakan kaum Padri. Tokoh itu oleh bangsa Eropa dianggap pemberontak,
sedangkan Daendels dianggap sebagai figur yang berguna. Tulisan mereka dianggap
sebagai propaganda penjajahan serta pembenaran penjajahan di Indonesia. Padahal,
kenyataannya adalah penindasan. Akan tetapi, ada juga penulis Eropa yang cukup
objektif, misalnya, Dr. Van Leur dengan karya tulisan Indonesian Trade and Society
dan karya Dr. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, yang memaparkan perdagangan
dan masyarakat Nusantara. Dasar pemikiran sarjana Belanda itu dirumuskan
kembali secara sistematik oleh Dr. Sartono Kartodirdjo dengan pendekatan
multidimensional, yaitu pendekatan dalam penulisan sejarah dengan beberapa ilmu
sosial, ekonomi, sosiologi, dan antropologi.
c. Penulisan sejarah nasional (historiografi nasional)
Penulisan sejarah nasional adalah penulisan sejarah yang bersifat Indonesia
sentris, dengan metodologi sejarah Indonesia dan pendekatan multidimensional. Jadi,
penulisannya dilihat dari sisi kepentingan nasional. Historiografi nasional dirintis oleh
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo. Dalam historiografi nasional akan terungkap betapa
pedihnya keadaan di zaman pergerakan nasional Indonesia oleh penjajahan barat
sehingga membangkitkan semangat rakyat untuk merdeka. Historiografi nasional juga
akan mengungkapkan bagaimana mengisi kemerdekaan Indonesia yang sudah teraih
pada 17 Agustus 1945 itu agar menjadi negara yang maju dan dihormati bangsa lain.
Dalam perkembangannya, penulisan sejarah di Indonesia pada biasanya bersifat
naratif yang mengungkapkan fakta tentang apa, siapa, kapan, dan di mana serta
menerangkan bagaimana itu terjadi. Supaya sejarah dapat mengikuti perkembangan
ilmu lainnya maka wajib meminjam konsep ilmu-ilmu sosial dan diuraikan secara
sistematis.
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perkembangan penulisan sejarah
sebagai berikut.
1) Pendekatan sosiologi untuk melihat segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya,
golongan masyarakat mana yang memelopori.
38

2) Pendekatan antropologi untuk mengungkapkan nilai yang mendasari perilaku para
tokoh sejarah, status, gaya hidup, dan sistem kepercayaan.
3) Pendekatan politik untuk menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan,
tingkat sosial, dan pertentangan kekuasaan.
Tugas
Bagilah kelas Anda menjadi beberapa kelompok lalu carilah sumber tertulis mengenai
perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di sekitar tempat tinggal Anda.
Ceritakan kembali dalam bentuk tulisan, setiap kelompok dua buah!
Rangkuman
1. Masyarakat praaksara adalah masyarakat yang belum mengenal tulisan.
2. Masyarakat praaksara mewariskan masa lalunya melalui warisan keluarga dari ayah
kepada anak, dari anak kepada cucu dan selanjutnya dengan cara tradisi lisan.
3. Masyarakat praaksara terbagi atas:
• masyarakat yang hidup pada taraf berburu dan mengumpulkan dilanjutkan hidup
meramu,
• masyarakat hidup dari bercocok tanam, dan
• masyarakat yang sudah mengenal keterampilan (undagi).
4. Sebelum Hindu masuk ke Nusantara, nenek moyang kita sudah mempunyai sepuluh macam
budaya, yakni kemampuan berlayar, kemampuan bersawah, mengenal astronomi, mengenal
sistem mocopat, kesenian wayang, seni gamelan, seni membatik, pengaturan masyarakat,
sistem ekonomi perdagangan, dan sistem kepercayaan.
5. Jejak sejarah pada masa lalu dapat diketahui dari folklore, mitologi, legenda, dongeng,
upacara, dan lagu-lagu daerah.
6. Jejak-jejak masa lampau menjadi bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah sebab
memuat informasi yang dijadikan bahan penulisan sejarah.
7. Jejak sejarah dibedakan menjadi dua.
• Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut para sejarawan mempunyai atau
mengandung informasi mengenai kejadian yang historis sehingga dapat dipergunakan
untuk menyusun penulisan sejarah.
• Jejak nonhistoris, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang di dalamnya tidak
memiliki nilai sejarah atau hanya adalah kejadian semata, tidak ada kaitan dengan
peristiwa sejarah.
8. Nenek moyang kita meninggalkan jejak sejarah berupa tradisi nenek moyang yang hidup
berburu dan mengumpulkan, tradisi nenek moyang yang hidup sudah menetap di masa
bercocok tanam, dan tradisi di masa perundagian.
9. Rekaman tertulis dalam tradisi sejarah terdiri atas sumber tertulis sezaman dan setempat,
sumber tertulis sezaman tidak setempat, dan sumber tertulis setempat tidak sezaman.
Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan ....
39
10. Dalam perkembangan penulisan sejarah terdapat tiga jenis penulisan, yakni penulisan
sejarah tradisional, penulisan sejarah kolonial, dan penulisan sejarah nasional.
Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas!
1.
2.
3.
4.
5.
Apakah definisi jejak historis dan jejak nonhistoris?
Sebutkan bermacam-macam macam rekaman tertulis yang Anda ketahui!
Apa sebab sumber tertulis sezaman dan setempat dapat dipercaya?
Apa bedanya penulisan sejarah kolonial dan penulisan sejarah nasional?
Uraikan konsep pendekatan dalam penulisan sejarah menurut Dr. Sartono Kartodirdjo!
Refleksi
Sudahkah Anda paham mengenai tradisi sejarah masyarakat Indonesia masa praaksara
dan masa aksara? Apabila Anda belum memahaminya, coba mencari sumber
referensi terkait lalu buatlah ringkasannya sebagai tambahan materi.

Sumber : Cakrawala Sejarah SMA/MA Kelas X

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.