Saturday, October 10, 2015

Mengevaluasi Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda


Coba cermati gambar di bawah ini.

1. Tentu kalian banyak yang tahu, kira-kira gambar apa saja?
2. Apa kaitannya dengan pembahasan tentang kolonialisme dan imperialisme?

Tentu kalian sudah akrab dengan gambar-gambar di atas. Gambar itu adalah gambar tanaman kopi, tembakau, dan tebu. Ketiga jenis tanaman itu sekarang begitu populer di masyarakat Indonesia. Tembakau adalah bahan utama untuk rokok. Sementara kopi kini menjadi minuman yang sangat terkenal di kalangan rakyat Indonesia. Begitu juga tebu sebagai bahan pembuat gula pasir. Sejak zaman kolonial di Indonesia sudah berkembang penanaman kopi, tembakau dan tebu. Ketiga jenis tanaman sudah menjadi bahan ekspor.

1. Masa Pemerintahan Republik Bataaf

Ketiga jenis tanaman itu secara historis mempunyai arti yang sangat penting, ditambah dengan tanaman-tanaman yang lain seperti nila dan karet. Tanaman itu sudah menjadi tanaman pokok pada masa kolonial di Indonesia, terutama pada era Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Pada masa itu Indonesia berada di bawah penjajahan pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan Tanam Paksa ini sudah menyengsarakan rakyat Indonesia. Nah, bagaimana kehidupan rakyat pada masa penjajahan pemerintah kolonial, berikut ini uraiannya mengenai “Menganalisis Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda”.

Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan harapan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.

Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V lalu mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, lalu menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat armadanya untuk melaksanakan blokade pada Batavia.

» Mengapa Inggris melaksanakan blokade pada Batavia? Coba jelaskan makna politis dari upaya blokade itu.

Sudah barang tentu pihak Perancis dan Republik Bataaf tidak juga ingin ketinggalan untuk segera mengambil alih seluruh daerah bekas kekuasaan VOC di Kepulauan Nusantara. Karena Republik Bataaf ini adalah vassal dari Perancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh oleh Perancis. Kebijakan yang utama untuk Perancis saat itu adalah memerangi Inggris. Oleh karena itu, untuk mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris diperlukan pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot untuk memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Dia dikenal sebagai tokoh muda yang revolusioner.

H.W. Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai Inggris. Sebagai pemimpin yang ditunjuk oleh Pemerintahan Republik Bataaf, Daendels harus memperkuat pertahanan dan juga memperbaiki administrasi pemerintahan, serta kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa.

a. Pemerintahan Herman Williem Daendels (1808-1811)

Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Di dalam bermacam-macam pidatonya, Daendels tidak lupa mengutip semboyan Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Oleh sebab itu, dia ingin memberantas praktik-praktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih bergerak maju dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf). Langkah ini juga untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus membatasi hak-hak para bupati yang terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat.

Dalam rangka mengemban tugas sebagai gubernur jenderal dan memenuhi pesan dari pemerintah induk, Daendels melaksanakan beberapa langkah strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi.

Bidang pertahanan dan keamanan

Memenuhi tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah:

  1. Membangun benteng-benteng pertahanan baru
  2. Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak berhasil
  3. Meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak membawa pasukan. Oleh sebab itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang (baca Ricklefs, 2005)
  4. Membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat, sekarang Provinsi Banten) sampai Panarukan (ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km. Jalan ini sering dinamakan Jalan Daendels.


Coba lakukan analisis, mengapa Daendels membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan. Apa hubungannya dengan pertahanan dan keamanan?

Pelaksanaan program pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan tersebut sudah merubah citra Daendels. Pada awalnya Daendels dikenal sebagai tokoh muda yang demokratis yang dijiwai panji-panji Revolusi Perancis dengan semboyannya: liberte, egalite dan fraternite. Dia berubah menjadi diktator. Daendels juga mengerahkan rakyat untuk kerja rodi. Dengan kerja rodi itu maka rakyat yang sudah jatuh miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, sebab lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh sebab itu, wajar kalau lalu banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan tidak sedikit yang meninggal.

» Lakukan telaah secara kritis mengenai perubahan citra diri Daendels itu. Secara faktual tunjukkan bukti-bukti bahwa Daendels lalu berubah menjadi seorang diktator.

Bagaimana pula reaksi masyarakat dengan kekejaman Daendels. Kamu bisa membaca buku-buku sejarah yang ada di perpustakaan sekolah!

Bidang pemerintahan

Daendels juga melaksanakan berbagai perubahan di bidang pemerintahan. Dia banyak melaksanakan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di dalam kerajaan-kerajaan di Jawa. Kalau sebelumnya pejabat VOC datang berkunjung ke istana Kasunanan Surakarta ataupun Kasultanan Yogyakarta ada tata cara tertentu, misalnya wajib memberi hormat kepada raja, tidak boleh memakai payung emas, lalu membuka topi dan harus duduk di kursi yang lebih rendah dari dampar (kursi singgasana raja), Daendels tidak mau menjalani seremoni yang seperti itu. Dia harus pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi.

Sunan Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta terpaksa menerima, tetapi Sultan Hamengkubuwana II menolaknya (Baca Ricklefs, 2005). Penolakan Hamengkubuwana II pada kebijakan Daendels menyebabkan terjadinya perseteruan antara kedua belah pihak. Untuk memperkuat kedudukannya di Jawa, Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit. Pasukan ini siap sewaktu-waktu untuk menolong pasukan Daendels apabila terjadi perang. Dengan kekuatan yang dia miliki, Daendels semakin congkak dan berani. Daendels mulai melaksanakan intervensi pada pemerintahan kerajaan-kerajaan lokal, misalnya saat terjadi pergantian raja. Melihat bentuk intervensi dan kesewenang-wenengan Daendels, Raden Rangga terdorong untuk melancarkan perlawanan pada kekuatan kolonial. Raden Rangga adalah kepala pemerintahan mancanegara di bawah Kasultanan Yogyakarta. Oleh sebab itu, Sultan Hamengkubuwana II mendukung adanya perlawanan yang dilancarkan Raden Rangga. Namun perlawanan Raden Rangga ini segera dapat ditumpas dan Raden Rangga sendiri terbunuh. Setelah berhasil mematahkan perlawanan Raden Rangga, Daendels lalu memberikan ultimatum kepada Sultan Hamengkubuwana II agar menyetujui pengangkatan kembali Danureja II sebagai patih dan Sultan harus menanggung kerugian perang akibat perlawanan Raden Rangga. Sultan Hamengkubuwana II menolak ultimatum itu. Akibatnya, pada Desember 1810 Daendels menuju Yogyakarta dengan membawa 3.200 orang serdadu.

Dengan kekuatan ini Daendels berhasil memaksa Hamengkubuwana II untuk turun tahta dan menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya sebagai Sultan Hamengkubuwana III. Hamengkubuwana III ini sering disebut Sultan Raja dan Hamengkubuwana II yang masih diizinkan tinggal di lingkungan istana sering disebut Sultan Sepuh.

Di samping hal-hal di atas, Daendels juga melaksanakan beberapa tindakan yang dapat memperkuat kedudukannya di Nusantara. Beberapa tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Membatasi secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara.
  2. Membagi Pulau Jawa menjadi sembilan daerah prefectuur/prefektur (wilayah yang mempunyai otoritas). Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek. Setiap prefek langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal. Di dalam struktur pemerintahan kolonial, setiap prefek membawahi para bupati.
  3. Kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah (kolonial) yang digaji. Sekalipun demikian para bupati masih mempunyai hak-hak feodal tertentu.
  4. Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial.


Bidang peradilan

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan dan mengatur ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, Daendels juga melaksanakan perbaikan di bidang peradilan. Daendels berusaha memberantas bermacam-macam penyelewengan dengan mengeluarkan bermacam-macam peraturan.

  1. Daendels membentuk tiga jenis peradilan: (1) peradilan untuk orang Eropa, (2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing, dan (3) peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang.
  2. Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan pada siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing. Coba lakukan analisis beberapa tindakan Daendels, kira-kira kesimpulan apa yang kalian peroleh dilihat dari manajemen pemerintahannya


Bidang sosial ekonomi

Daendels juga diberi tugas untuk memperbaiki keadaan di Tanah Hindia, sembari mengumpulkan dana untuk biaya perang. Oleh sebab itu, Daendels melakukan bermacam-macam tindakan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan Daendels itu misalnya:

  1. Daendels memaksakan bermacam-macam perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melaksanakan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon,
  2. Meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak,
  3. Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia,
  4. Rakyat diharuskan melakukan penyerahan wajib hasil pertaniannya,
  5. Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta.


» Kamu sudah mengetahui bermacam-macam kebijakan dan tindakan yang dilakukan Daendels, baik dalam bidang pertahanan- keamanan, politik pemerintahan, bidang peradilan atau di bidang sosial ekonomi. Coba lakukan diskusi dengan anggota kelompokmu, kira-kira bagaimana akibatnya terhadap kehidupan masyarakat di Nusantara?

b. Pemerintahan Janssen (1811)

Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Dia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan sebab daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang sudah ditinggalkan Daendels.

Namun wajib diingat bahwa beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa. Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang. Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles sudah muncul di perairan sekitar Batavia. Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya.

Janssen lalu mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Trend, Identitas, Kepentingan, secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811.

2. Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)

Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasanya.

Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melaksanakan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip. Pertama, segala bentuk kerja rodi dan Trend, Identitas, Kepentingan, penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman 1997.

bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan atau bidang sosial ekonomi.

a. Kebijakan dalam bidang pemerintahan

Dalam menjalankan tugas di Hindia, Raffles didampingi oleh para penasihat yang terdiri atas: Gillespie, Mutinghe, dan Crassen. Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan dan mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya membenci Belanda. Strategi ini sekaligus sebagai upaya membuat lebih cepat penguasaan Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tidak tahu balas budi.

Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap tokoh-tokoh yang membantunya. Sebagai contoh dengan apa yang terjadi pada Raja Palembang, Baharuddin. Raja Baharuddin termasuk raja yang banyak jasanya pada Raffles dalam mengenyahkan Belanda dari Nusantara, tetapi justru Raffles ikut mendukung usaha Najamuddin untuk menggulingkan Raja Baharuddin. Untuk mendalami bagaimana perkembangan politik Kasultanan Yogyakarta di masa pemerintahan kolonialisme Inggris, kalian dapat membaca bukunya Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2005, atau buku-buku sejarah yang ada di perpustakaan sekolah

Pada waktu Raffles berkuasa, konflik di lingkungan istana Kasultanan Yogyakarta nampaknya belum surut. Sultan Sepuh yang pernah dipecat oleh Daendels, menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengkubuwana II dan Sultan Raja dikembalikan pada kedudukannya sebagai putera mahkota. Tetapi nampaknya Sultan Raja tidak puas dengan tindakan ayahandanya, Hamengkubuwana II. Melalui seorang perantara bernama Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat kepada Raffles. Surat itu isinya melaporkan bahwa di bawah pemerintahan Hamengkubuwana II, Yogyakarta menjadi kacau.

Dengan membaca isi surat dari Sultan Raja itu, Raffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengkubuwana II seorang yang keras dan tidak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dalam pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh sebab itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dari tahta. Sultan Hamengkubuwana II berhasil diturunkan dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan Hamengkubuwana III. Sebagai imbalannya Hamengkubuwana III wajib menandatangani kontrak bersama Inggris. Isi politik kontrak itu antara lain sebagai berikut.

  1. Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I.
  2. Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke Penang.
  3. Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris. Bagaimana analisismu mengenai politik dan kebijakan Raffles, yang menjadikan Jawa terbagi dalam karesidenan- karesidenan?. Kemudian bagaimana penilaianmu tentang sikap politik Raffles yang mendukung Najamuddin dan ikut menurunkan Raja Baharuddin? mengapa Raffles mendukung Sultan Raja dan memecat Sultan Sepuh? politik apa yang sedang dipraktikkan Raffles di Palembang dan Yogyakarta?. Untuk apa politik itu dipraktikkan?


b. Tindakan dalam bidang ekonomi 

Raffles tidak ubahnya Daendels, bisa dikatakan adalah tokoh pembaru dalam menata tanah jajahan. Pandangannya di bidang ekonomi juga cukup revolusioner.

» Tahukah kalian bagaimana kira-kira perbedaan dan persamaan kebijakan antara kedua tokoh Daendels dan Raffles, terutama yang terkait dengan kebijakannya di bidang ekonomi ?

Yang jelas Raffles sudah melakukan beberapa tindakan untuk memajukan perekonomian di Hindia. Tetapi program itu tujuan utamanya untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan yang dijalankan Raffles antara lain sebagai berikut.

  1. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan dasar untuk perkembangan sistem perekonomian uang.
  2. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi.
  3. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
  4. Penghapusan sistem monopoli.
  5. Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan.

Kebijakan dan program land rent yang dicanangkan Raffles itu tidak terlepas dari pandangannya tentang tanah sebagai faktor produksi. Menurut Raffles, pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila penduduk Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah dari tanah yang diolahnya. Pajak dipungut perorangan. Jumlah pungutannya disesuaikan dengan jenis dan produksi tanah. Tanah yang paling produktif akan membayar pajak sekitar 1/2 dari hasil dan tanah yang paling tidak produktif hanya 1/4 dari hasil. Kalau dirata-rata setiap wajib pajak itu akan menyerahkan sekitar 2/5 dari hasil. Setelah itu petani bebas menggunakan sisanya.

Pajak yang dibayarkan penduduk diharapkan berupa uang. Tetapi kalau terpaksa tidak berupa uang dapat juga dibayar dengan barang lain misalnya beras. Kalau dibayar dengan uang, diserahkan kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen. Tetapi kalau dengan beras yang bersangkutan wajib mengirimnya ke kantor residen setempat atas biaya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ulah pimpinan setempat yang sering memotong/mengurangi penyerahan hasil panen itu. Kita tahu bahwa para pimpinan atau pejabat Pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yang digaji. Pelaksanaan sistem land rent itu diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem ekonomi uang di Hindia. Kamu juga wajib tahu, bahwa Raffles adalah seorang Ilmuwan. Satu diantara karyanya adalah buku yang berjudul History of Java. Ia juga memberikan pertolongan penelitian John Crawfurd, sehingga berhasil menulis buku History of the East Indian Archipelago

Kemudian ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar. Raffles juga ingin memberikan kebebasan untuk para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila. Nah, kalian sudah mengetahui bagaimana beberapa ketentuan kebijakan yang dicanangkan oleh Raffles sejak dari program land rent sampai menempatkan desa sebagai unit administrasi pemerintah, agar desa lebih terbuka, bebas dan produktif.

Tetapi bagaimana pelaksanaannya di lapangan ? Dapatkah Raffles berhasil mendorong rakyat pedesaan semakin produktif? Lakukan diskusi dengan anggota kelompok. Kamu dapat membaca buku-buku sejarah yang sudah ada.

Raffles memang orang yang berpandangan maju. Dia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan menghadapi bermacam-macam kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan, dan melaksanakan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh dikatakan kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak memperoleh keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap menderita.

» Masih ada ide dan temuan yang monumental dari Raffles yang ada di Indonesia. Yang satu ada di Bogor dan satu lagi ditemukan di Sumatera. Nah, apa itu?

3. Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda

Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintah Inggris sebenarnya sudah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles. Tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris wajib mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda. Dengan demikian pada tahun 1816 Kepulauan Nusantara kembali dikuasai oleh Belanda. Sejak itu dimulailah Pemerintahan Kolonial Belanda.

a. Jalan tengah bersama Komisaris Jenderal

Setelah kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang terdiri dari tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen (anggota). Sebagai rambu-rambu pelaksanaan pemerintahan di negeri jajahan Pangeran Willem VI mengeluarkan Undang-Undang Pemerintah untuk negeri jajahan (Regerings Reglement) pada tahun 1815. Salah satu pasal dari undang-undang itu menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas. Hal ini menunjukkan bahwa ada relevansi dengan harapan kaum liberal sebagaimana diusulkan oleh Dirk van Hogendorp.

Berbekal ketentuan dalam undang-undang itu ketiga anggota Komisaris Jenderal itu berangkat ke Hindia Belanda. Ketiganya sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan yang pernah diterapkan oleh Raffles. Mereka sampai di Batavia pada 27 April 1816. Ketika melihat kenyataan di lapangan, Ketiga Komisaris Jenderal itu bimbang untuk menerapkan prinsip-prinsip liberalisme dalam mengelola tanah jajahan di Nusantara. Hindia dalam keadaan terus merosot dan pemerintah mengalami kerugian. Kas negara di Belanda dalam keadaan menipis. Mereka sadar bahwa tugas mereka harus dilaksanakan secepatnya untuk dapat mengatasi persoalan ekonomi baik di Tanah Jajahan atau di Negeri Induk. Sementara itu perdebatan antar kaum liberal dan kaum konservatif terkait dengan pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya belum mencapai titik temu. Kaum liberal berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendatangkan keuntungan yang besar bila diserahkan kepada swasta, dan rakyat diberi kebebasan dalam menanam. Sedang kelompok konservatif berpendapat pengelolaan tanah jajahan akan menghasilkan keuntungan apabila langsung ditangani pemerintah dengan pengawasan yang ketat.

Dengan mempertimbangkan amanat UU Pemerintah dan melihat kenyataan di lapangan serta memperhatikan kaum liberal dan kaum konservatif, Komisaris Jenderal sepakat untuk menerapkan kebijakan jalan tengah. Maksudnya, eksploitasi kekayaan di tanah jajahan langsung ditangani pemerintah Hindia Belanda agar segera mendatangkan keuntungan untuk negeri induk, di samping mengusahakan kebebasan penduduk dan pihak swasta untuk berusaha di tanah jajahan. Tetapi kebijakan jalan tengah ini tidak dapat merubah keadaan. Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1818 Pemerintah memberlakukan UU yang menegaskan bahwa penguasa tertinggi di tanah jajahan adalah gubernur jenderal. Van der Capellen lalu ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal. Dia ingin melanjutkan strategi jalan tengah. Tetapi kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan. Kemudian ia dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies. Dia berkeinginan membangun modal dan meningkatkan ekspor. Tetapi program ini tidak berhasil sebab rakyat tetap miskin sehingga tidak mampu menyediakan barang- barang yang diekspor. Yang terjadi justru impor lebih besar dibandingkan ekspor. Tentu ini sangat merugikan untuk pemerintah Belanda. Kondisi tanah jajahan dalam kondisi krisis, kas negara di negeri induk pun kosong. Hal ini disebabkan dana banyak tersedot untuk pembiayaan perang di tanah jajahan. Sebagai contoh Perang Diponegoro yang baru berjalan satu tahun sudah menguras dana yang luar biasa, sehingga pemerintahan Hindia Belanda dan pemerintah negeri induk mengalami kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi Belanda ini semakin diperberat dengan adanya pemisahan antara Belanda dan Belgia pada tahun 1830. Dengan pemisahan ini Belanda banyak kehilangan lahan industri sehingga pemasukan negara juga semakin berkurang.

b. Sistem Tanam Paksa

Pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi problem ekonomi. Berbagai pendapat mulai dilontarkan oleh para para pemimpin dan tokoh masyarakat. Salah satunya pada tahun 1829 seorang tokoh bernama Johannes Van den Bosch mengajukan kepada raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melakukan politik kolonial Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki ekonomi, di tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanaman yang dapat laku dijual di pasar dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan, maka penanaman dilakukan dengan paksa. Mereka menggunakan konsep daerah jajahan sebagai tempat mengambil keuntungan untuk negeri induk. Seperti dikatakan Baud, Jawa adalah “gabus tempat Nederland mengapung”. Jadi dengan kata lain Jawa dilihat sebagai sapi perahan.

Konsep Bosch itulah yang lalu dikenal dengan Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Dengan cara ini diharapkan perekonomian Belanda dapat dengan cepat pulih dan semakin meningkat. Bahkan dalam salah satu tulisan Van den Bosch membuat suatu prakiraan bahwa dengan Tanam Paksa, hasil tanaman ekspor dapat ditingkatkan sebanyak kurang lebih f.15. sampai f.20 juta setiap tahun. Van den Bosch menyatakan bahwa cara paksaan seperti yang pernah dilakukan VOC adalah cara yang terbaik untuk mendapat tanaman ekspor untuk pasaran Eropa. Dengan membawa dan memperdagangkan hasil tanaman sebanyak-banyaknya ke Eropa, maka akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar.

Ketentuan Tanam Paksa

Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan dan prakiraan Van den Bosch tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di Jawa. Setelah sampai di Jawa Van den Bosch segera mencanangkan sistem dan program Tanam Paksa. Secara umum Tanam Paksa mewajibkan para petani untuk menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor di pasaran dunia. Jenis tanaman itu di samping kopi juga antara lain tembakau, tebu, dan nila. Rakyat lalu diwajibkan membayar pajak dalam bentuk barang sesuai dengan hasil tanaman yang ditanam petani. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara lain sebagai berikut.

  1. Penduduk menyediakan sebagian dari Belanda, Mooi Indie dan tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Nasionalisme, 2009.
  2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
  4. Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi pajak tanah yang wajib dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada rakyat.
  6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi tanggungan pemerintah.
  7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa melaksanakan pengawasan secara umum.
  8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun. Menurut apa yang tertulis di dalam ketentuan-ketentuan itu di atas, tampaknya tidak terlalu memberatkan rakyat. Bahkan pada prinsipnya rakyat boleh mengajukan keberatan-keberatan apabila memang tidak dapat melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Ini maknanya ketentuan Tanam Paksa itu masih memperhatikan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan.


Pelaksanaan Tanam Paksa

Menurut Van den Bosch, pelaksanaan sistem Tanam Paksa wajib menggunakan organisasi desa. Oleh sebab itu, diperlukan faktor penggerak, yakni lembaga organisasi dan tradisi desa yang dipimpin oleh kepala desa. Berkaitan dengan itu pengerahan tenaga kerja melalui kegiatan seperti sambatan, gotong royong atau gugur gunung, adalah usaha yang tepat untuk dilaksanakan. Dalam hal ini peran kepala desa sangat sentral. Kepala desa di samping sebagai penggerak para petani, juga sebagai penghubung dengan atasan dan pejabat pemerintah. Oleh sebab posisi yang begitu penting itu maka kepala desa tetap berada di bawah pengaruh dan pengawasan para pamong praja.

» Mencermati beberapa ketentuan yang tertulis, peratuan Tanam Paksa itu memang tidak begitu memberatkan rakyat. Tetapi bagaimana pelaksanaannya di lapangan? Coba lakukan penilaian secara kritis dan diskusikan dengan anggota kelompokmu, bagaimana realisasi dan pelaksanaan Tanam Paksa, yang dikatakan banyak penyelewengan itu.

Yang jelas pelaksanaan Tanam Paksa itu tidak sesuai dengan peraturan yang tertulis. Hal ini sudah mendorong terjadinya tindak korupsi dari para pegawai dan pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa. Tanam Paksa telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja yang jatuh sakit. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam Paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan lalu timbul bahaya kelaparan dan kematian di bermacam-macam daerah. Misalnya di Cirebon (1843 - 1844), di Demak (tahun 1849) dan Grobogan pada tahun 1850.

Sementara itu dengan pelaksanaan Tanam Paksa ini Belanda sudah mengeruk keuntungan dan kekayaan dari tanah Hindia. Dari tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda sudah mencapai 832 juta gulden, utang-utang lama VOC dapat dilunasi, kubu-kubu dan benteng pertahanan dibangun. Belanda menikmati keuntungan di atas penderitaan sesama manusia. Memang wajib diakui beberapa manfaat adanya Tanam Paksa, misalnya, diperkenalkannya beberapa jenis tanaman baru yang menjadi tanaman ekspor, dibangunnya bermacam-macam saluran irigasi, dan juga dibangunnya jaringan rel kereta api. Beberapa hal ini sangat berarti dalam kehidupan masyarakat kelak.

c. Sistem usaha swasta

Nah, kalian sudah belajar mengenai sejarah Tanam Paksa. Kamu juga mengetahui bermacam-macam macam jenis tanaman yang dikembangkan pada masa Tanam Paksa. Apakah jenis tanaman di masa Tanam Paksa itu pada masa sekarang masih ada yang menjadi komoditas primadona pertanian dan perkebunan di Indonesia? Coba kalian cari komoditas Tanam Paksa itu yang saat ini masih menjadi andalan ekspor Indonesia. Carilah data negara mana saja yang menjadi tujuan ekspor komoditas tersebut!

Pelaksanaan Tanam Paksa memang sudah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran juga semakin meningkat. Bahkan keuntungan dari Tanam Paksa sudah mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri. Sejalan dengan hal ini sudah mendorong pula tampilnya kaum liberal yang didukung oleh para pengusaha. Oleh sebab itu, mulai muncul perdebatan mengenai pelaksanaan Tanam Paksa. Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik jelek dan untung ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro dan kontra tentang pelaksanaan Tanam Paksa.

Pihak yang pro dan setuju Tanam Paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah. Mereka setuju sebab Tanam Paksa telah mendatangkan banyak keuntungan. Begitu juga para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlansche Handel Matschappij), yang mendukung pelaksanaan Tanam Paksa sebab mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil-hasil Tanam Paksa dari Hindia Belanda ke Eropa. Sementara, pihak yang menentang pelaksanaan Tanam Paksa adalah kelompok masyarakat yang merasa kasihan pada penderitaan rakyat pribumi. Mereka umumnya kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut asas liberalisme. Kaum liberal menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi. Kegiatan ekonomi sebaiknya diserahkan kepada pihak swasta.

Nederlansche Handel Matschappij: perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 sebagai promosi antara lain bidang perdagangan dan perusahaan pengiriman, dan memegang peran penting dalam mengembangkan perdagangan Belanda-Indonesia.

Mengapa kaum konservatif dan pegawai pemerintah mendukung dilanjutkannya Tanam Paksa sementara kaum liberal menolak Tanam Paksa? Coba lakukan telaah kritis mengenai hal itu !

» Pandangan dan ajaran kaum liberal itu semakin berkembang dan pengaruhnya semakin kuat. Oleh sebab itu, tahun 1850 Pemerintah mulai bimbang. Apalagi setelah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten Generaal). Parlemen mempunyai peranan lebih besar dalam urusan tanah jajahan. Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan. Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi. Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun fasilitas prasarana agar semua aktivitas masyarakat berjalan lancar.

Berdasarkan uraian yang ada cobalah tuliskan apa latar belakang penerapan sistem politik ekonomi liberal. Bagaimana pelaksanaannya?

Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal itu didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) tulisan Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa. Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi pendapat umum. Oleh sebab itu, secara berangsur- angsur Tanam Paksa mulai dihapus dan mulai Sumber: Max Havelaar, 2013.

diterapkan sistem politik ekonomi liberal. Hal ini juga disorong oleh isi kesepakatan di dalam Traktat Sumatera yang ditandatangani tahun 1871. Di dalam Traktat Sumatera itu antara lain dijelaskan bahwa Belanda diberi kebebasan untuk meluaskan daerahnya sampai ke Aceh. Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta kepada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal agar pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia.

Penetapan pelaksanan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan. Seiring dengan upaya pembaruan dalam menangani perekonomian di negeri jajahan, Belanda sudah mengeluarkan bermacam-macam ketentuan dan peraturan perundang-undangan.


  1. Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda wajib diketahui dan disahkan oleh Parlemen.
  2. Undang-undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain mengatur mengenai monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta.
  3. Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang- Undang ini mengatur mengenai prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-undang itu ditegaskan, antara lain :

a. Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian. Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang dan sebagainya. Kedua, tanah- tanah hutan, pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah pemerintah.
b. Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.
c. Pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah atau tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama lima tahun, ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini wajib didaftarkan kepada pemerintah.

Sejak dikeluarkan UU Agraria itu, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Hindia Belanda. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Oleh sebab itu, mulailah era imperialisme modern. Berkembanglah kapitalisme di Hindia Belanda. Tanah jajahan berfungsi sebagai: (1) tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa, dan tempat penanaman modal asing, (2) tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, (3) penyedia tenaga kerja yang murah.

Usaha perkebunan di Hindia Belanda semakin berkembang. Beberapa jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan misalnya tebu, tembakau, kopi, teh, kina, kelapa sawit, dan karet. Hasil barang tambang juga meningkat. Industri ekspor terus berkembang pesat seiring dengan permintaan dari pasaran dunia yang semakin meningkat.

Untuk mendukung pengembangan sektor ekonomi, diperlukan sarana dan prasarana, misalnya irigasi, jalan raya, jembatan-jembatan, dan jalan kereta api. Hal ini semua dimaksudkan untuk menolong kelancaran pengangkutan hasil-hasil perusahaan perkebunan dari daerah pedalaman ke daerah pantai atau pelabuhan yang akan diteruskan ke dunia luar. Pada tahun 1873 dibangun serangkaian jalan kereta api. Jalan-jalan kereta api yang pertama dibangun adalah antara Semarang dan Yogyakarta, kemudian antara Batavia dan Bogor, dan antara Surabaya dan Malang. Pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera pada akhir abad ke-19. Tahun 1883 Maskapai Tembakau Deli sudah memprakarsai pembangunan jalan kereta api. Pembangunan jalan kereta api ini direncanakan untuk daerah- daerah yang sudah dikuasai dan yang akan dikuasai, misalnya Aceh. Oleh karena itu, pembangunan jalan kereta api di Sumatra ini, juga berdasarkan pertimbangan politik dan militer. Jalur kereta api juga dibangun untuk kepentingan pertambangan, seperti di daerah pertambangan batu bara di Sumatra Barat.

Di samping angkutan darat, angkutan laut juga mengalami peningkatan. Tahun 1872 dibangun Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia, Pelabuhan Belawan di Sumatra Timur, dan Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) di Padang. Jalur laut ini semakin ramai dan efisien terutama setelah adanya pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869.

Bagi rakyat Bumiputera pelaksanaan usaha swasta tetap membawa penderitaan. Pertanian rakyat semakin merosot. Pelaksanaan kerja paksa masih terus dilakukan seperti pembangunan jalan raya, jembatan, jalan kereta api, saluran irigasi, benteng-benteng dan sebagainya. Di samping melakukan kerja paksa, rakyat masih wajib membayar pajak, sementara hasil-hasil pertanian rakyat banyak yang menurun. Kerajinan-kerajinan rakyat mengalami kemunduran sebab terdesak oleh alat-alat yang lebih maju. Alat transportasi tradisional, seperti dokar, gerobak juga semakin terpinggirkan. Dengan demikian rakyat tetap hidup menderita.

Nah, kalian sudah mempelajari sistem politik ekonomi liberal. Coba bagaimana pelaksanaan politik ekonomi liberal itu di Hindia Belanda, bagaimana akibatnya untuk rakyat? Coba buat komparasi antara pelaksanaan Tanam Paksa dan penerapan ekonomi liberal di Indonesia! Apa penilaianmu pada dua model politik penjajahan itu?

d. Perkembangan agama Kristen.

Perkembangan agama Kristen di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Seperti halnya agama Hindu, Buddha dan Islam, penyebaran agama Kristen juga melalui aktivitas pelayaran dan perdagangan. Aktivitas pelayaran dan perdagangan saat itu sudah menjangkau ke seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Dalam kenyataannya agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan berkembang di bermacam-macam daerah. Bahkan di daerah Indonesia bagian Timur seperti di Papua, daerah Minahasa, Timor, Nusa Tenggara Timur, juga daerah Tapanuli di Sumatera, agama Kristen menjadi mayoritas.

Kemudian bagaimana proses masuknya agama Kristen itu ke Indonesia?. Mengenai proses masuknya agama Kristen ke Indonesia ini dapat dikatakan dalam dua gelombang atau dua kurun waktu. Pertama dikatakan bahwa agama Kristen masuk di Indonesia sudah sejak zaman kuno. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topographica Christiana, diceritakan bahwa pada abad ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, dan Sri Lanka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus- Nias-melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitakan bahwa agama Kristen kemudian mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal dengan Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga bahwa di Lobu Tua dekat Kota Barus terdapat desa tua yang dinamakan “Desa Janji Mariah”.

Dari uraian itu dapat dijelaskan bahwa agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di Semenanjung Malaya dan juga pantai barat di Sumatera. Penganut agama Kristen hidup di kota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian juga membangun pemukiman di daerah itu.

Periode selanjutnya, penyebaran agama Kristen menjadi lebih intensif seiring dengan datangnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan bangsa-bangsa Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik (selanjutnya disebut Katolik). Orang- orang Belanda membawa agama Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen). Telah diterangkan dalam uraian sebelumnya bahwa pada abad ke-16 sudah terjadi penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru. Oleh sebab itu, periode ini sering disebut The Age of Discovery. Kegiatan penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru itu dipelopori oleh orang-orang Portugis dan Spanyol dengan semboyannya; gold, glory, dan gospel. Dengan motivasi dan semboyan itu maka penyebaran agama Katolik yang dibawa oleh Portugis tidak dapat terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis lalu meluaskan eksploitasi ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah.

Pada tahun 1512 pertama kali kapal Portugis mendarat di Hitu (di Pulau Ambon) Kepulauan Maluku. Pada saat itu perdagangan di Kepulauan Igis ramai. Melalui kegiatan peradagangan ini pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian datang Portugis untuk menyebarkan agama Katholik. Berkembanglah agama Katolik di beberapa daerah di Kepulauan Maluku.

Para penyiar agama Katolik diawali oleh para pastor (dalam bahasa Portugis, padre yang berarti imam). Pastor yang terkenal saat itu adalah Pastor Fransiscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit. Dia aktif mengunjungi desa-desa di sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara dan Kepulauan Morotai. Usaha penyebaran agama Katolik ini kemudian dilanjutkan oleh pastor-pastor yang lain. Kemudian di Nusa Tenggara Timur seperti Flores, Solor, dan Timor agama Katolik berkembang tidak terputus sampai sekarang. Berikutnya juga berkembang agama Kristen di Kepulauan Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada saat itu para zendeling aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran agama Kristen ini juga semakin intensif saat Raffles berkuasa. Agama Katolik dan Kristen berkembang pesat di Indonesia bagian timur. Agama Katholik juga berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah di tempat itu pada abad ke-16. Penyebaran agama Katholik di daerah Minahasa dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yang dapat dikatakan sebagai tahun masuknya agama Katolik pada ekspedisi itu sejumlah rakyat dan raja menyatakan masuk agama Katolik dan dibabtis. Misalnya Raja Babontehu bersama 1.500 rakyatnya sudah dibabtis oleh Magelhaens. Agama Kristen juga masuk dan berkembang di tanah Minahasa.

Agama Katolik dan Kristen berkembang di daerah-daerah Papua, wilayah Timur Kepulauan Indonesia pada umumnya, Sulawesi Utara dan tanah Batak di Sumatera. Singkatnya agama Katholik dan Kristen dapat berkembang di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Batavia dan Jawa pada umumnya. Bahkan di Jawa ada sebutan Kristen Jawa.

KESIMPULAN Coba lakukan pengamatan dan buatlah cerita tentang perkembangan agama Katolik atau Kristen di daerahmu. Jika di lingkunganmu ada gereja, kalian bisa menanyakan kepada pengurus gereja, kapan gereja itu didirikan, bagaimana dengan perkembangan umat Kristiani di daerah itu? Nah, itu semua tentu adalah kekayaan bangsa Indonesia, yang memiliki beragam agama dan bangunan suci masing-masing. Oleh karena itu, kita wajib saling menghormati dan menghargai demi kejayaan bersama bangsa Indonesia.


  1. Periode kemaharajaan kolonialisme dan imperialisme dapat dipahami melalui dua fase: fase keserakahan atau kezaliman kongsi dagang dan fase dominasi pemerintahan kolonial.
  2. VOC yang bermula sebagai kongsi dagang untuk mencari keuntungan, kemudian berkembang menjadi kekuatan monopoli dan intervensi di bidang politik dan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.
  3. VOC akhirnya bubar sebab problem manajemen, utang dan korupsi.
  4. 4. Pemerintahan Komisaris Jenderal yang mengawali dominasi pemerintahan kolonial Belanda mengambil kebijakan jalan tengah.
  5. Pelaksanaan Tanam Paksa di bawahVan den Bosch sudah membawa penderitaan rakyat Indonesia yang kepanjangan.
  6. Sistem usaha swasta Belanda sudah berhasil mengeruk keuntungan dari bumi Indonesia, sementara rakyat tetap menderita.
  7. Seiring dengan datangnya bangsa Barat juga sudah berakibat pada perkembangan agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan di Indonesia.


Sumber : Sejarah Indonesia kelas XI / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.