Saturday, October 10, 2015

Menganalisis Proses Penguatan Jati Diri Bangsa


Mengamati Lingkungan

Pernakah kalian mendengar lagu ciptaan Liberty Manik berikut ini. Cobalah kamu nyanyikan syairnya dan hayatilah setiap kata yang terkandung dalam lagu itu.

Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita
Tanah air
Pasti jaya
Untuk Selama-lamanya
Indonesia pusaka
Indonesia tercinta
Nusa bangsa
Dan Bahasa
Kita bela bersama

-Liberty Manik-

Coba gambarkan lirik lagu di atas terkait dengan peristiwa apa? Pernahkah kalian mendengar lagu di atas, lagu ciptaan Liberty Manik itu cobalah kamu nyanyikan syairnya dan hayatilah setiap kata yang terkandung dalam lagu itu.

Gambar dan lirik itu terkait dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Lagu itu juga ada kaitannya dengan jiwa persatuan seperti yang diusung oleh peristiwa Sumpah Pemuda.
Menganalisis Proses Penguatan Jati Diri Bangsa

Tentu kalian sudah paham mengenai peristiwa Sumpah Pemuda, nah, itulah gambaran situasi Sumpah Pemuda tahun 1928.

Pernahkah terlintas dalam pikiran kalian ketika membaca pengumuman mengenai diadakannya Lomba Karya Tulis dengan tema peringatan Sumpah Pemuda? Mengapa setiap tanggal 28 Oktober, kita rayakan sebagai Hari Sumpah Pemuda? Apa makna dan pentingnya Sumpah Pemuda untuk kamu dan juga kita semua sebagai bangsa Indonesia?

Kalau kita perhatikan isi Sumpah Pemuda adalah suatu peristiwa komitmen dan kebulatan tekad bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu dan tanah air yang satu, serta menjunjung bahasa persatuan. Menurut Taufik Abdullah, kisah sederhana itu memperlihatkan pada kita mengenai satu hal yang menarik dalam pengetahuan masa lalu kita. Sumpah Pemuda dapat kita lihat sebagai perwujudan dari sebuah peristiwa besar, yaitu berkumpulnya organisasi-organisasi pemuda terpelajar untuk melakukan “Kongres Pemuda”. Sumpah Pemuda dilihat sebagai pengakuan fundamental dari sebuah bangsa yang masih dalam tahap pembentukan.

Dia terbentuk melalui kurun yang waktu panjang. Tujuh tahun setelah terbentuknya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun masih dalam tahapan loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda itu mendorong mereka untuk mengejar persatuan yang lebih luas.

Harus diingat Sumpah Pemuda itu mempunyai makna yang strategis dalam rangkaian untuk mengembangakan rasa persatuan dan proses penguatan jati diri bangsa, Pada bagian ini kita akan mendalami mengenai materi yang terkait dengan “Penguatan Jati Diri Bangsa” yang bermula dari peristiwa Sumpah Pemuda.

Memahami Teks

1. Menuju Sumpah Pemuda

a. Gerakan Pemuda

Munculnya elit baru di kalangan kaum muda terpelajar, memunculkan pahaman baru di kalangan mereka. Kalangan elit baru itu lebih cenderung memilih pekerjaan sebagai guru, penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan. Munculnya elit baru itu memunculkan pemahaman kebangsaan. Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit walaupun dalam loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda saat itu semakin meluas untuk mencapai cita-cita persatuan. Maka pada 30 April – 2 Mei 1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang lalu dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres itu diketuai oleh M. Tabrani. Tujuan kongres itu adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu membentuk suatu badan sentral dengan maksud memajukan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan-perkumpulan pemuda kebangsaan.

Gagasan-gagasan persatuan dibicarakan dalam kongres itu. Soemarto misalnya, tampil sebagai pembicara dengan topik “Gagasan Persatuan Indonesia”. Bahder Djohan tampil dengan topik “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”. Nona Adam yang menyampaikan gagasannya mengenai “Kedudukan Kaum Wanita”. Djaksodipoero berbicara tentang “Rapak Lumuh”. Paul Pinontoan berbicara mengenai “Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional”. Muhammad Yamin berbicara mengenai “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang”.

Gagasan yang disampaikan oleh Yamin dalam kongres itu merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond. Saat itu pidato Yamin memperoleh komentar dari Prof. Dr. Hooykes, bahwa kelak Yamin menjadi pelopor untuk usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan pergaulan di Indonesia, dan bahasa Belanda akan terdesak oleh karenanya.

Keputusan mendasar dari Kongres Pemuda I adalah kongres mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia. walaupun belum dinyatakan dengan jelas. Sebagai tindaklanjut dari kongres itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Batas, Sekar Rukun, Vereeniging voor Ambonsche Studeerenden dan Komite Kongres Pemuda I mengadakan pertemuan, pada 15 Agustus 1926. Pertemuan itu belum membawa hasil yang berarti. Kemudian dibentuklah anggaran organisasi baru yang bernama Jong Indonesia (Pemuda Indonesia). organisasi baru itu memiliki tujuan untuk menanamkan cita-cita persatuan Indonesia.

Sementara itu untuk menghapus penjajahan yang merugikan rakyat Indonesia dibentuklah Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI) di Jakarta, September 1926. PPPI memiliki tujuan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Cita-cita hanya dapat tercapai bila paham kedaerahan dihilangkan dan perselisihan pendapat diantara kaum nasionalis wajib dihapuskan. Aktivitas PPPI meliputi gerakan pemuda, sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoepito, tokoh-tokoh lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K. Gani, Tamzil, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Sumanang. Perhimpunan itu sering berkumpul di Indonesische Clubgebouw yang letaknya di Jl. Kramat No 106, Weltevreden. Mereka memiliki hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal.

Pada 20 Februari 1927, pertemuan dilanjutkan, dalam pertemuan itu membahas mengenai fusi antarorganisasi pemuda, akan tetapi hasilnya belum maksimal. Persoalan kedaerahan masih muncul pada saat itu. Pada tahun itu pula Jong Java mulai kehilangan peran dominannya dalam gerakan pemuda. Peran itu lalu diambil alih oleh PPPI dan Jong Indonesia. Perjuangan pemuda dari tahun 1926-1928 berjalan dengan cepat. Baik dari kalangan muda atau kalangan tua memandang bahwa sudah waktunya untuk bersatu. Bahkan untuk merapatkan barisan di tanah Hindia, para pelajar yang terhimpun dalam Perhimpunan Indonesia kembali ke tanah air. Diantara mereka adalah Sartono, Moh. Nazif, dan Mononutu. Selama dua tahun itulah para pemuda mengadakan pertemuan secara intensif di Indonesische Clubgebouw.

Untuk mempersiapkan rapat itu, PPPI mengambil langkah untuk membentuk panitia rapat pemuda dengan acara mengadakan rapat-rapat terbuka yang diisi dengan ceramah yang menganjurkan dan menguatkan perasaan persatuan. Pada Juni 1928, panitia kongres dibentuk. Ketua kongres dipilih Soegoendo Djojopoespito dari PPPI, Wakil Ketua Djoko Marsaid dari Jong Java, dan Sekretaris Muh. Yamin dari Sumatranen Bond.

Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw. Saat itu kongres dihadir sekitar 1000 orang. Dalam kesempatan itu Muh. Yamin menyampaikan pidatonya dengan judul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”. Pada hari kedua kongres dibicarakan mengenai masalah-masalah pendidikan, pembicara saat itu antara lain Ki Hadjar Dewantara, S. Mangoensarkoro, Djokosarwono, Ramelan, Mr. Soenario, dan Poernomowoelan.

Dalam rapat-rapat di PPPI, Yamin selalu menentang ide fusi dari perkumpulan yang ada. Sebagai pemuda Sumatera Yamin berkeinginan untuk memilih federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Keinginannya itu lebih cenderung agar perkumpulan lebih bebas bergerak. Namun saat Kongres Pemuda berlangsung, Yamin berubah pikiran, saat itu Mr. Soenario sedang berpidato. Sebagai sekretaris, dia memberi resolusi dalam rapat itu, yaitu menjunjung tinggi persatuan dan perkumpulan pemuda yang ada. Adapun isi putusan itu adalah:

..........Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan :
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe
bertoempaah darah yang satoe, tanah Indonesia;
Kedoea: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe
berbangsa yang satoe bangsa Indonesia;
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mendjoendjoeng
bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Keputusan pemuda-pemudi itu lalu dikenal dengan Sumpah Pemuda, pada saat itu pula dikumandangkannya lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman dan bendera Merah Putih digunakan sebagai bendera Pusaka Bangsa Indonesia.

Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 itu adalah puncak pergerakan nasional. Karena itulah kita memperingatinya sebagai peristiwa bersejarah yang diperingati setiap tahun hingga saat ini sebagai hari besar nasional. Putusan kongres itu menjiwa setiap perkumpulan pemuda di Indonesia di lalu hari. Selanjutnya organisasi-organisasi pemuda itu mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan fusi. Jong Java sebagai organisasi terbesar dan tertua saat itu, menyetujui ide fusi itu dalam Kongres ke-11, tanggal 25-29 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebagai kelanjutan kongres itu Jong Java membubarkan diri dan bergabung dengan Indonesia Muda. Komisi Besar Indonesia Muda lalu menyelenggarakan kongres untuk mendirikan badan fusi yang bernama Indonesia Muda di Gedung Habiprojo Surakarta yang diselenggarakan pada tanggal 28 Desember hingga 2 Januari 1931. Saat terbentuknya Indonesia Muda memiliki 25 cabang di seluruh Indonesia, empat di Sumatera, 21 di Sulawesi. Yong Islamieten Bond dan Pemuda Muslimin sebab suatu alasan tidak ikut bergabung dalam organisasi gabungan itu.

Dengan berdirinya Indonesia Muda secara otomatis perkumpulan Jong Java, Jong Celebes, Perhimpunan Indonesia, dan Pemuda Sumatera membubarkan diri. Tampuk pimpinan Indonesia Muda lalu diserahkan kepada Pedoman Besar Indonesia Muda. Tokoh-tokoh yang menandatangani deklarasi Indonesia Muda itu adalah Kuncara Purbopranoto, Muhammad Yamin, Jusupadi, Sjahrial, Assat, Suwadji Prawirohardjo, Adnan Gani, Tamzil, Sujadi, dan Pantouw.

Indonesia Muda memiliki tujuan membangun dan mempertahankan keinsyafan antara anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapai Indonesia Raya. Untuk mewujudkan tujuan itu dikembangkan sikap saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak Indonesia, dengan mengadakan kursus-kursus untuk memberantas buta huruf, memajukan olah raga, dan lain sebaginya. Berdirinya Indonesia Muda itu memberikan inspirasi kepada tokoh-tokoh pemuda lain untuk mendirikan perjuangan yang lebih luas. Perjuangan tidak saja menuntut hak-hak sosial, tetapi juga menuntut suatu kemerdekaan untuk Indonesia Merdeka. Di samping itu Volksraad yang sudah didirikan oleh pemerintah Belanda (1918) lalu digunakan oleh pemuda Indonesia yang tergabung didalamnya untuk membela kepentingan rakyat Indonesia.

Diadakannya Kongres Pemuda II yang lalu melahirkan Sumpah Pemuda itu nampaknya ikut semakin menyemangati perjuangan organisasi pergerakan perempuan di Indonesia. Se-ide dengan pelaksanaan Kongres Pemuda II itu lalu organisasi-organisasi wanita yang telah berkembang di bermacam-macam daerah di Indonsia itu mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928, di Pendopo Joyodipuro, Yogyakarta, yang dipimpin oleh Ny. R.A. Sukanto. Kongres itu diprakarsai oleh Ny. Sukoto, Nyi Hajar Dewantara, dan Nn. Suyatin. Kongres itu bertujuan untuk menjalin persatuan di antara perkumpulan wanita, dan memajukan wanita. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I itu dihadiri oleh 30 organisasi wanita. Kongres Perempuan Indonesia I itu adalah bagian penting bagi Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Untuk mengenang sejarah kongres perempuan maka pada tanggal 22 Dsember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.

Pada perkembangan selanjutnya organisasi itu berubah nama sebagai Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPPI). Perjuangan organisasi itu semakin kuat dengan didirikannya Isteri Sedar dan Istri Indonesia. Isteri Sedar didirikan oleh Suwarni Pringgodigdo (1930), di Bandung. Organisasi itu bertujuan meningkatkan kesadaran wanita Indonesia untuk memperkokoh cita-cita Indonesia Merdeka. Organisasi ini sejalan dengan PNI, yang menolak poligami. Selanjutnya Istri Indonesia didirikan 1932. Organisasi itu didirikan berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Tujuan Istri Indonesia adalah mencapai Indonesia Raya dan bersikap kooperatif pada pemerintah Belanda. tokoh-tokoh organisasi itu adalah Ny. Sunaryo Mangunpuspito dan Maria Ulfah Santoso. Kongres Perempuan I dan juga semakin meningkatnya gerakan organisasi wanita sudah ikut mendorong untuk kemajuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kejayaan dan kemerdekaan.

Sementara itu gerakan organisasi pemuda terus mengalami kemajuan. Pada 31 Desember 1931, diselenggarakan rapat besar Indonesia Muda. Saat itu Indonesia Muda resmi didirikan diiringi dengan upacara. Selanjutnya setiap cabang secara khusus ditanya kesiapannya untuk mendirikan Indonesia Muda. Tepat pukul 12.00 WIB semua hadirin diminta untuk berdiri dan piagam pendirian Indonesia Muda dibacakan. Pada saat itu Panji-panji Indonesia Muda berkibar untuk selama-lamanya diiringi bunyi gamelan, setelah gamelan berhenti semua pemuda yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Pada mulanya perkumpulan Indonesia Muda tidak diperbolehkan terlibat dalam politik. Tekanan pemerintah pada larangan berpolitik mendorong anggota Indonesia Muda untuk mendirikan perkumpulan lain. Pada 1931, orang-orang PNI Baru di Malang mendirikan Suluh Pemuda Indonesia yang bercorak Marhaen. Partindo di Yogyakarta mendirikan Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (Perpri). Dari perkumpulan Islam misalnya, berdiri JIB bagian keputrian, Pemuda Muslim Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Perserikatan Ulama, Pemuda Persatuan Islam, dan Anshor NU. Dari pemuda Kristen misalnya, lahir Persatuan Pergerakan Pemuda Kristen, sementara pemuda Katholik melahirkan Mudo Katholik dari partai politik Suluh Pemuda Indonesia, barisan Pemuda Gerindo, Jajasan Obor Pasundan. Perkumpulan lainnya seperti, Taman Siswa, Persatuan Pemuda Teknik, Persatuan Putri Cirebon, Kebangunan Sulawesi, dan Minangkabau.

Dalam gerakannya para pemuda itu melaksanakan kepanduan. Kepanduan itu berasal dari kepanduan Jong Java, Pemuda Sumatera, dan organisasi pemuda lainnya. Kepanduan itu mengambil azas dari kepanduan dunia, yang berisi mengenai memberikan pelajaran dalam bentuk segala permainan dan kecakapan pandu, untuk meningkatkan kesehatan para pemuda. Disamping itu juga berdiri kepanduan berdasar kebangsaan dan keagamaan, seperti Natipy, Hizbul Wathon, Siap, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.

2. Bangkitnya Nasionalisme Modern

Sebagai seorang terpelajar Sukarno, muncul sebagai seorang pemuda cerdas yang memimpin pergerakan nasional baru. Dia mendirikan partai dengan nama Partai Nasional Indonesia (4 Juli 1927). Partai itu bersifat revolusioner, sebelumnya partai itu bernama klub studi umum. Sukarno memimpin partai itu hingga Desember 1929. Jumlah anggotanya hingga saat itu mencapai 1000 orang.

Menganalisis Proses Penguatan Jati Diri Bangsa
Tan Malaka
Sukarno juga turut serta memprakarsai berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 1927. Pada 28 Oktober 1928 organisasi ini ikut menyatakan ikrar tentang tanah air yang satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Pernyataan Sumpah Pemuda itu membawa akibat luas pada masyarakat untuk menumbuhkan nasionalisme yang kuat. Di daerah-daerah munculnya nasionalisme yang digerakkan oleh tradisi dan agama. Mereka terinspirasi oleh oleh para pemimpin pergerakan nasional yang ada di Jakarta.

Perlawanan pada kekuasaan kolonial pada masa pergerakan berbasis pada masalah perkumpulan agama. Sementara itu komunis merupakan target langsung dari pemerintah Belanda, namun demikian Belanda tidak dapat mempertahankan kekuasaan mereka di daerah-daerah yang berbasis komunis. Pada saat itu semangat untuk memerangi imperialisme dan kolonialis begitu kuat dalam pengikut-pengikut PKI. Pengikut Tan Malaka masih terus dapat mempertahankan kerangka struktur yang biasanya dilakukan melalui kontak pribadi di desa-desa atau bekerjasama dengan organisasi-organisasi agama lainnya.

Sementara itu Partai Nasional Indonesia (PNI) terus memperoleh tekanan dari Belanda. Sukarno sebagai pimpinan PNI sebab aksi-aksi yang dengan radikal terhadap pemerintah Belanda, akhirnya ditangkap dan diadili. Menjelang vonis pengadilan dijatuhkan, Sukarno sempat mengucapkan pidato pembelaan untuk membakar semangat para pejuang. Pidato pembelaan itulah yang lalu dibukukan dengan judul: “Indonesia Menggugat”. Putusan pengadilan akhirnya menjatuhkan hukuman kurungan kepada Sukarno. Dia ditahan di Penjara Sukamiskin selama empat tahun terhitung Desember 1930. Selama Sukarno menjalani masa penahanannya PNI pecah menjadi dua, Partai Indonesia (Pertindo) dan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru. Sukarno masuk dalam Partai Indonesia dan PNI Baru dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sjahrir.

Sungguh sebuah pengorbanan yang dilakukan Sukarno. Kalau dia mau bekerja untuk Belanda tentu akan menjadi orang yang kaya raya brsama keluarganya.Tetapi dia tidak memilih itu. Dia memilih berjuang bersama rakyat, sekalipun wajib miskin, harus dipenjara di Sukamiskin.

Partai Indonesia pimpinan Sukarno lebih menekankan pada mobilisasi massa, sedangkan Hatta dan Sjahrir lebih menekankan pada organisasi kader yang akan menentang tekanan pemerintah kolonial Belanda dengan keras dan lebih menanamkan pemahaman ide nasionalisme. Namun demikian kedua strategi politik itu belum mencapai hasil yang maksimal. Akhirnya ketiga tokoh itu ditangkap dan diasingkan oleh Belanda dan ditahan serta diasingkan pada 1933. Kedua organisasi yang didirikan oleh ketiga tokoh itupun dibubarkan oleh pemerintah kolonial.

Sukarno dengan ide-ide nasionalisme itu memang terus diawasi. Selepas dari Penjara Sukamiskin lalu diasingkan ke Ende, Flores , Nusa Tenggara Timur. Dia ditempatkan di sebuah rumah (konon rumah ini milik Haji Abdullah). Bersama keluarganya, Sukarno selama empat tahun (1934-1938) diisolasi dijauhkan dari dinamika perjuangan kebangsaan. Tetapi ide dan semangat nasionalismenya tidak pernah padam. Dikisahkan di pengasingan itu Sukarno sering merenung di bawah pohon sukun yang ada di dekat rumah itu. Kebetulan pohon sukun itu bercabang lima. Dia merenungkan nilai-nilai luhur yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman Praaksara. Nilai-nilai itulah yang lalu dirumuskan menjadi nilai-nilai dalam Pancasila. Menurut Cindy Adam, Sukarno memberi nama Pancasila itu sebab terinspirasi dengan pohon sukun yang bercabang lima dan daun sukun yang mempunyai lima sirip kanan, kiri dan tengah.

Sukarno ternyata tidak hanya diisolasi, sebagai tahanan pemerintah, Sukarno justru masih wajib berjuang untuk menghidupi anggota keluarganya. Inilah perjuangan dan pengorbanan yang wajib dilakukan Sukarno di pengasingan.

Merenungkan kisah Sukarno itu sangat menarik.Tidak hanya diisolasi, Sukarno wajib juga berjuang untuk menghidupi keluarganya selama empat tahun di pengasingan. Dia berjualan pakaian. Makan dengan sayur seadanya. Kadang-kadang dengan ikan asin. Bahkan saat ibu mertuanya meninggal di pengasingan itu, Sukarno wajib menguburkannya sendiri. Karena Sukarno selalu memperoleh pengawasan ketat dari serdadu Belanda, sehingga Sukarno sulit berinteraksi dengan orang lain. Cukup tragis memang. Nah, bagaimana perasaan kalian dengan nasih Sukarno pejuang kita itu. Bagaimana pula penialian kalian dengan tindakan Belanda itu!

Sementara Sukarno dan beberapa tokoh lain ditahan, organisasi pergearkan untuk menentang Belanda terus berjalan. Kelompok yang beraliran Marxis mendirikan Gerakan Rakjat Indonesia (Gerindo) di bawah kepemimpinan Amir Sjarifuddin dan A.K. Gani. Partai ini cenderung menampakkan faham fasisme internasional. Di Sumatera Timur, PNI, PKI, Permi, dan Partindo pemimpinnya berasal dari organisasi-organisasi radikal dari tahun-tahun sebelumnya. Gerindo sebagai partai yang berpaham marxis lebih menunjukkan sikap anti kolonialisme, anti-Eropa dan antikapitalisme. Desakan-desakan untuk kemerdekaan nasional sangat kuat dan radikal. Organisasi itu juga tidak sepaham dengan sistem feodalisme, nasionalisasi perusahaan-perusahaan kapital dan restorasi hak-hak tanah pribumi.

Sementara itu Gabungan Politik Indonesia (GAPI) didirikan pada tahun 1939. Tokoh pendiri GAPI adalah Muhammad Husni Thamrin. Dalam gabungan itu, Gerindo berada dalam satu arah dengan Parindra yang dipimpin oleh Thamrin dan sebelumnya oleh Sutomo. Parindra adalah partai politik Indonesia yang paling memiliki pengaruh di Hindia, sebab keberhasilannya dalam pemilihan di volksraad. Thamrin lalu memimpin front Indonesia bersatu di dalam Volksraad yang disebut Fraksi Nasional.

3. Perjuangan di Volksraad

Pada akhir tahun 1929, pimpinan PNI ditangkap. Untuk melanjutkan perjuangan maka dibentuklah fraksi baru dalam volksraad yang bernama Fraksi Nasional, pada Januari 1930 di Jakarta. Fraksi itu diketua oleh Muhammad Husni Tramrin yang beranggotakan sepuluh orang yang berasal dari Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Tujuan organisasi itu adalah menjamin kemerdekaan Indonesia dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Penangkapan pimpinan PNI menjadi pembicaraan di kalangan Fraksi Nasional. Mereka mengecam tindakan pemerintah pada ketidakadilan yang diterapkan pada gerakan yang dilakukan pemerintah kolonial. Ketidakadilan itu berasal dari artikel 169 sub, 153 bis, dan 161 bis. Atas usulan Fraksi Nasional itu vollksraad meninjau ulang kebijakan pemerintah kolonial. Pemerintah lalu mengusulkan perkara yang dituduhkan kepada para pemimpin ke pengadilan tinggi, bukan pengadilan negeri. Akan tetapi permintaan itu ditolak, sebab masalah itu menyangkut masalah perbuatan pidana, bukan masalah pelanggaran politik. Jelaslah bahwa gerakan yang dilakukan kaum pergerakan dianggap sebagai kejahatan yang mengganggu keamanan bukan sebagai gerakan politik.

Fraksi Nasional juga menolak usulan pemerintah untuk memperkuat pertahanan yang dapat menghabiskan biaya yang besar. Ini berarti menambah kesengsaraan rakyat sebab situasi ekonomi saat itu sedang mengalami depresi. Menurut Fraksi Nasional lebih baik biaya itu digunakan untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Sementara pengawasan dalam bidang politik semakin diperketat dengan adanyamacam -macam larangan, seperti larangan berkumpul, pembredelan surat kabar, dan propaganda.

Fraksi Nasional juga mendorong anggotanya untuk lebih berperan dalam Volksraad. Para nasionalis di Volksraad diminta untuk bersikap nonkooperasi. Meskipun aspirasi masyarakat sudah memperoleh tempat, melalui perjuangan yang bersikap moderat dalam perjuangannya, rasa tidak puas terhadap pemerintah terus berkembang. Kericuhan sempat muncul dengan adanya Petisi Sutardjo pada 15 Juli 1936, dalam sidang Volksraad. Petisi itu menyuarakan mengenai kurang giatnya pergerakan nasional dalam pergerakan yang disebabkan oleh tidak adanya saling pengertian dari pihak pemerintah. Situasi politik dunia saat itu, yaitu sedang berkembangnya naziisme dan fasisisme seharusnya membuat pemerintah waspada melihat bahaya yang mungkin mengancam Indonesia, sehingga perlu mempererat hubungan dengan Pergerakan Nasional Indonesia.

Sutardjo Kartohadikusumo, yang saat itu sebagai ketua Persatuan Pegawai Bestuur/Pamong Praja Bumi Putera dan wakil dari organisasi itu di Volksraad, mendapat dukungan dari beberapa wakil golongan dan daerah dari Volksraad mengusulkan diadakan suatu musyawarah antara wakil Indonesia dan Kerajaan Belanda untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia yang dapat berdiri sendiri walaupun dalam ruang lingkungan Kerajaan Belanda. Petisi itu melahirkan pro dan kontra, baik di kalangan Indonesia dan Belanda.

Petisi itu memperoleh persetujuan mayoritas dari anggota Volksraad, selanjutnya disampaikan pada pemerintah kerajaan dan parlemen Belanda. Partai Nasional saat itu memperingatkan pada para pendukung petisi, bahwa tindakan yang diambil itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, seperti Volksraad sehingga usaha itu sia-sia belaka. Pendukung petisi itu tidak menghiraukan peringatan itu, bahkan membentuk suatu komite agar petisi itu memperoleh dukungan luas di kalangan rakyat. Kondisi itu tidak hanya bergerak di Indonesia saja, bahkan hingga ke negeri Belanda, sehingga menyetujui petisi itu.

Petisi itu tanpa melalui perdebatan ditolak oleh pemerintah Belanda pada 16 November 1938. Alasan penolakan petisi adalah Indonesia belum siap untuk memikul tanggungjawab memerintah diri sendiri. Bangsa Indonesia juga dinilai belum mampu untuk berdiri apalagi menjadi negara yang merdeka. Cara penolakan yang tanpa perdebatan di parlemen mengecewakan pihak pergerakan nasional, walaupun pihak yang ditolak sesungguhnya telah menduga sebelumnya. Realitas itu menunjukkan bahwa tuntutan rakyat Indonesia tidak dibicarakan secara terbuka di parlemen.

PETISI SUTARDJO: volksraad sebagai parlemen sesungguhnya, direktur departeman diberi tanggungjawab, dibentuk Dewan Kerajaan sebagai badan tertinggi antara negari Belanda dan Indonesia yang anggotanya adalah wakil kedua belah pihak, penduduk Indonesia adalah orang-orang yang sebab kelahirannya, asal-usulnya, dan cita-citanya memihak Indonesia.

a. Partai Indonesia Raya (Parindra) 

Partai Indonesia Raya didirikan di Solo pada Desember 1935. Partai ini adalah gabungan dari dua organisasi yang berfusi yaitu BU dan PBI. Sebagai ketuanya dipilih dr. Sutomo. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakekatnya mencapai Indonesia merdeka.

Di Jawa anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo.dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat tiong, dan Alatas.

b. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)

Kegagalan Petisi Sutardjo mendorong gagasan untuk menggabungan organisasi politik dalam suatu bentuk federasi. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) itu diketuai oleh Muh. Husni Thamrin. Pimpinan lainnya adalah Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosuyoso. Alasan lain dibentuknya GAPI adalah adanya situasi internasional akibat meningkatnya pengaruh fasisme. Juga sikap pemerintah yang kurang memperhatian kepentingan bangsa Indonesia. Kemenangan dan kemajuan yang diperoleh negara fasis yaitu, Jepang, Jerman, Italia tidak menggembirakan Indonesia. Karena itu pers Indonesia menyerukan untuk menyusun kembali baris dalam suatu wadah persatuan berupa “konsentrasi nasional”.

Parindra berpendapat pentingnya untuk perjuangan ke dalam, yaitu menyadarkan dan menggerakan rakyat untuk mendapat suatu pemerintahan sendiri, serta menyadarkan pemerintah Belanda akan cita- cita bangsa Indonesia. Juga mengadakan perubahan pendekatan dengan organisasi-organisasi politik untuk membicarakan masa depan bangsa Indonesia. Pada 21 Mei 1939, dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di Jakarta berhasil didirikan suatu organisasi yang adalah kerjasama partai politik nasional di Jakarta yang diberi nama Gabungan Partai Politik Indonesia (GAPI).

Anggaran Dasar GAPI menyebutkan, bahwa GAPI memiliki hak untuk menentukan diri sendiri; persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik, ekonomi, sosial, dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Dalam konferensi I GAPI (4 Juli 1939) dibicarakan aksi GAPI dengan semboyan Indonesia berparlemen. GAPI tidak menuntut kemerdekaan penuh, tetapi suatu parlemen berdasarkan sendi demokrasi.

Untuk mencapai tujuannya GAPI menyerukan pada rakyat Indonesia untuk didukung oleh semua lapisan masyarakat. Seruan itu disambut hangat oleh Pers Indonesia. Pada 1939, GAPI mengadakan rapat umum. Tidak kurang dari seratus tempat mengadakan rapat propaganda tujuan GAPI, sehingga suasana di Indonesia saat itu menyerukan Indonesia berparlemen. Penyadar, PNI Baru, dan Perkumpulan Kristen Indonesia tidak sependapat dengan GAPI. Mereka berpendapat tidak ada gunanya bersifat meminta-minta kepada Belanda.

Untuk mencapai tujuannya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Tujuan kongres untuk kesempurnaan Indonesia dan cita-citanya, yaitu Indonesia Berparlemen penuh. Keputusan penting lainnya adalah penetapan bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia. Juga pengggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa rakyat Indonesia. Selanjutnya dibentuk Komite Parlemen Indonesia.

Saat Jerman menyerbu Polandia GAPI mengeluarkan Manifest GAPI (20 September 1939). Isi manifest itu mengajak rakyat Indonesia dan Negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme. Menurut GAPI usaha itu lebih berhasil bila rakyat Indonesia diberi hak baru dalam urusan pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari, oleh rakyat, dan pemerintah yang bertanggungjawab kepada parlemen.

Pada Agustus 1940, saat negeri Belanda dikuasai Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hukum tata negara dalam masa genting. Isi resolusi adalah mengganti Volksraad dengan parlemen sejati yang anggotanya dipilih rakyat dan mengubah fungsi kepala departemen menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen. Bagi rakyat serta organsasi lainnya yang tidak bergabung dalam GAPI diminta untuk mendukung GAPI. Resolusi itu dikirimkan ke gubernur jenderal, Volksraad, Ratu Wilhelmina, dan kabinet Belanda di London.

Aksi gigih yang dilakukan itu menghasilkan persetujuan pemerintah. Pada 14 September 1940 dibentuk Commissietot besudeering van staatsrechtelijke Hervormigen. Komisi itu dikenal dengan komisi Visman, sebab diketuai oleh D. Visman. Pembentuk komisi itu tidak memperoleh sambutan baik dari Volksraad atau dari GAPI sendiri. Ketidaksetujuan itu didasarkan dari pengalaman sebelumnya, bahwa pembentuk komisi tidak menghasilkan perbaikan nasib rakyat seperti yang diinginkan. Untuk menghindari ketidaksamaan pendapat dalam menghadapi komisi Visman, GAPI meminta anggota-anggotanya untuk tidak memberikan pendapatnya sendiri-sendiri. Sikap GAPI menjadi lunak saat menerima undangan secara resmi dari komisi Visman. Sementara itu Volksraad mengajukan suatu mosi yang lebih ringan dengan mengajak kerjasama pemimpin Indonesia dan pemerintah Belanda. Pertemuan wakil GAPI dengan komisi Visman pada 14 Februari 1941 di Gedung Raad van Indie, di Jakarta tidak menghasilkan hal baru. Pertemuan itu hanya menambahkan kekecewaan pada kalangan pergerakan sehingga ada anggapan GAPI tidak radikal lagi.

Masa Berakhirnya Pemerintahan Kolonial Tentang Penguatan Jatidiri Kebangsaan selengkapnya kamu bisa membaca buku dari Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah, 2012, juga buku Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 -1945, juga buku Siti Waridah Q (dkk), 1997, Sejarah Nasional Indonesia dan Dunia, buku Hans van Miert, Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930, 2003, juga buku Susanto Tirtoprodjo, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, 1960 .

4. Masa Berakhirnya Pemerintahan Kolonial

Menjelang berakhirnya masa pemerintahan kolonial, bermacam-macam bentuk pergerakan nasional dapat dikontrol oleh pemerintah kolonial. Kebijakan politik etis diterapkan sebagai pengaman dari sebuah pertanggungjawaban pemerintah kolonial terhadap perubahan mendasar terhadap dibukanya pintu politik untuk kaum bumiputera, walaupun perubahan itu berjalan lambat. Masuknya bumiputera sebagai anggota Volksraad bukan berarti kaum bumiputera diberi hak penuh untuk menyarakan pendapatnya dalan Volksraad.

Walaupun volksraad tidak memberikan kesempatan pada bumiputera untuk berunding, setidaknya Volksraad sudah memberikan peluang para wakil Hindia, yang membukakan wawasan mereka mengenai perlunya persatuan untuk melaksanakan gerakan nasional dalam melawan kolonialisme.

Selama masa 1920-an, Politik Etis mulai kehilangan prinsip-prinsip asosiasinya. Politik Etis lalu dilihat sebagai tugas kemakmuran yang tetap berjalan dalam pengamanan masyarakat Indonesia. Pada akhir 1920-an, pergerakan yang dilakukan kaum terpelajar mengarah pada nasionalisme sebagai petunjuk politiknya. Berbeda dengan bentuk-bentuk pergerakan lama yang didasari pada ideologi Pan-islamisme dan komunisme. Hal itu terlihat pada gerakan-gerakan mereka di bidang sosial dan ekonomi. Pada 1930- an pikiran-pikiran asosiasi dilahirkan kembali seperti yang disebut dengan Gerakan Stuw yang dilakukan pegawai-pegawai kolonial yang progresif dan berusia muda, hal itu tidak juga memperbaiki kemerosotan rencana- rencana pemerintah kolonial, sampai akhirnya datangnya Jepang.

KESIMPULAN

  1. Sumpah Pemuda adalah peristiwa yang sangat penting dalam upaya membangun jati diri bangsa Indonesia.
  2. Melalui Kongers Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928 telah digelorakan semangat persatuan dan kesatuan yang sangat pentingnya artinya untuk perjuangan rakyat Indonesia pada masa-masa berikutnya, dengan secara nyata menunjukkan identitas keindonesiaan. Indonesia merdeka sebagai tujuan para pemuda.
  3. Berkembang pula nasionalisme modern yang dipelopori Sukarno.
  4. Dalam perkembangannya muncul organisasi-organisasi baru yang bersikap kooperatif. Oleh sebab itu, bermacam-macam bentuk strategi organisasi-organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial dilakukan dengan kooperasi dan non-kooperasi.
  5. Parindra adalah organisasi yang berbentuk nasional dan mempunyai strategi perjuangan dengan aksi politik.


LATIH UJIAN KOMPETENSI

  1. Buatlah telaah pada organisasi pemuda dalam pergerakan nasional. Bagaimanakah mereka membentuk organisasi itu dan strategi apakah yang digunakan?
  2. Buatlah perbandingan pergerakan organisasi pemuda dengan organisasi wanita dalam menghadapi kekuasaan kolonial! Bagaimanakah peran Volksraad dalam pergerakan nasional? Apa pendapat kalian mengenai Volksraad sebagai perwakilan rakyat, apakah sama dengan peran perwakilan rakyat saat ini? Tugas
  3. Buatlah sebuah karya tulis sejarah dengan judul “Pemudaku: Dulu, Kini dan Esok”. (kamu dapat mengunakan bermacam-macam buku, koran, dan majalah yang ada di sekitar kalian sebagai sumber).
  4. Buatlah sebuah alur cerita dengan tema “Dari Budi Utomo hingga Sumpah Pemuda”. Kemudian carilah gambar, foto, atau kalau ada surat kabar yang terbit pada tahun-tahun itu di kotamu, lalu berilah keterangan dari setiap gambar itu sesuaikan dengan alur cerita yang kalian buat.
  5. Setelah terkumpul carilah tempat dapat dilorong kelas, di aula sekolah atau di tempat-tempat strategis lainnya, untuk disusun sebagai suatu pameran.


Sumber : Sejarah Indonesia kelas XI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

2 comments:

Note: Only a member of this blog may post a comment.